Selasa, 01 April 2014

 SEPUTAR KATA YANG SALAH PENGEJAAN
:Kesalahan yang Dianggap Lazim

       Salah ketik(saltik) sering saya alami dalam banyak tulisan. Kadang  merasa sudah mengecek berkali-kali, ternyata masih saja ada kekurangan dalam penulisan huruf. Selain memang salah ketik,  bisa juga disebabkan perasangka kita kalau itu benar, misalnya: kerudung sengaja ditulis krudung, relaif dituis relatip, definisi ditulis devinisi, prioritas ditulis perioritas dan lain-lain. Beberapa kesalahan dalam mengetik ada kalanya memberi keuntungan, di antaranya membuat kita paham bahwa: sedikit saja berbeda menuliskan huruf pada suatu kata akan berbeda makna, misal layak dengan layah.

       Maka untuk menghindari kesalahan ejaan dan salah ketik selain kita harus berkali-kali membaca tulisan kita (kalau perlu dieja kata per kata), juga harus terus belajar dan berani dalam menampilkan karya, dan tentunya terbuka dengan keritikan (karena jika kita tidak pernah menampikan karya dari mana kita akan tahu kesalahan kita?). Setelah menerima berbagai masukan dari berbagai pihak, kita akan menjadi lebih cenderung meneliti tulisan sendiri dan juga tulisan orang lain. 

       Selain itu ternyata banyak kata yang tidak baku atau salah ketik, disebabkan alam bawah sadar kita menerima pesan dari tulisan atau syair lagu yang kita anggap bagus yang ternyata salah ejaan. Kemudian menjadi kesalahan umum. Selain membaca satu per satu kata, mungkin perlu mengecek setiap kata yang kita tulis/ucapkan dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Karena bisa saja kita merasa kata yang kita tuliskan baku, nyatanya tidak baku atau malah tidak ada dalam Bahasa Indonesia. Maka dari itu di bawah ini akan sedikit saya uraikan beberapa kata yang saya maksud tidak baku namun sudah seperti menjadi keumuman di masyarakat.

1.  Ubah bukan Rubah

Ubah versus rubah, paling sering dibahas dalam berbagai keritik kesalahan ejaan. Kata dasar ubah yang ditulis rubah berdampak pada pengimbuhan: merubah versus mengubah. Rubah sendiri dalam KBBI termasuk kata homonim, yang pertama bermakna: hewan sejenis anjing. Sedang yang kedua sebuah kata yang tidak baku dari ubah.

       Ubah, bermakna menjadi berbeda dari semula ternya bukan kata homonim. Mungkin inilah alasan pembakuan kata ubah, agar tidak rancu dengan kata rubah. Keumuman pada banyak syair lagu membuat seolah kata yang layak untuk ditulis ialah kata“rubah” bukan ubah. Setelah saya cek, banyak sekali tulisan lama saya juga menulis merubah bukan mengubah.


2.  Hembus apa Embus?

       Di buletin, artikel, atau mungkin cerpen bahkan puisi banyak kita temui menuliskannya dengan hembus, hembusan, berhembus.  Namun kalau kita cek kedalam KBBI kata hembus tidak baku, yang baku embus. Uniknya, kata embus setatusnya kata homonim.

em·bus [1] v cak enyah; pergi: -- kau dr sini;
em·bus [2], ber·em·bus v 1 bertiup (angin dsb): angin pagi mulai ~; 2 keluar ditiupkan (tt napas, udara dr mulut, dsb): napasnya sudah tidak ~ lagi;

Jauh berbeda bukan? Saya kurang tahu mengapa kata hembus tidak dibakukan agar tidak “ricuh” dengan embus yang bermakna pergi.


3. Kaos ? Kaus 

Sub judul tersebut akan pembaca temui ketika melakukan pencarian kata di KBBI. Kata kaos ternyata kata yang tidak baku di dalam bahasa Indonesia. Namun seperti kita ketahui koas sudah menjadi konvensi masyarakat memiliki arti baju yang terbuat dari bahan kaus. Di kalangan kampus ada istilah, “kaos oblong” sebagai bentuk kaus yang tidak berkerah.

Kita ketahui masalah “kaos oblong” sering menjadi topik utama tentang tata tertip berpakaian ketika berkuliah yang disampaikan dalam materi-materi ospek atau penamaan yang lain. Terutama untuk falkutas keguruan, sudah pasti ada larangan keras mahasiswanya "berkaos oblong” apa lagi kuliah dengan kaus oblong sambil menggunakan sandal jepit :D .

       Jarang kita dengar dari kakak tingkat atau dosen yang mengatakan “kaus oblong” atau di pasar-pasar pedang bilang “kaus bola mas!” atau di iklan televisi dan sebagainya. Bahkan secara tidak resmi konvensi masyarakat “kaos” bukan kaus untuk menyebut “kain tipis yang jarang-jarang tenunannya terbuat dari katun atau nilon, digunakan untuk bahan pakaian”. Sedang kata kaos dalam bahasa Indonesia dengan maksud “kaus” sebagai kata tidak baku.

Jika kita lihat lagi ternya kata “kaos” termasuk kata homonim (kata yang sama lafal dan ejaannya, tetapi berbeda maknanya karena berasal dari sumber yang berlainan). Kaos berarti: keadaan kacau-balau. Di mana masyarakat dalam berbagai tulisan di buku, koran dan majalah lebih sering menggunakan istilah asing menyebut kaos dengan “Cheos”. Tentu mungkin sebagian kita justru akan merasa aneh jika cheos ditulis kaos. :D Tapi kenyataannya seperti ini, kebakuan bahasa sebagai kelaziman tata bahasa kadang kala bertentangan dengan kelaziman yang digunakan masyarakat. Bahasa sebagai konvesi kata oleh sekelompok masyarakat harus berbenturan dengan konvesi resmi sekelompok orang yang memiliki otoritas menetapkan baku atau tidak baku suatu kata.

Sedikit menggalaukan pakar bahasa tentunya dalam hal menyerap kata “cheos” ke dalam bahasa Indonesia. Jika di serap dengan “kaos” maka kata kaos yang sudah digunakan lebih dulu harus digeser ke kata kaus(sehingga kata kaus menjadi homonim). Kalau diserap menjadi “caos” tambah memilukan karena sudah ada dua kata(caos) yang sudah homonim.



4. Hadang apa Adang?


Kalau secara subjektif, saya atau mungkin Anda akan merasa cocok dengan kata hadang dibandingkan kata adang. Apa lagi dalam memberi imbuhan, lebih cocok menghadang dibanding mengadang. Namun pada realitanya kata hadang tidak baku, kata adang baku. Uniknya lagi, kata adang sebagi kita pahami menghalangi suatu hal, ternyata homonim dengan tiga kata yang bentuknya sama persis tapi bermakna sangat jauh berbeda.


adang [1] v, meng·a·dang v 1 menghalangi (merintangi orang berjalan dsb) dng cara mendepang: jangan engkau ~ orang itu, biarkan dia lewat; 2 menunggu di tempat yg sunyi (biasanya dng maksud jahat, spt membunuh, merampok, menyamun); mencegat: gerombolan bersenjata ~ iring-iringan mobil; 3 menuju; memaksudkan; menghadapi; 4 menempuh (menantang) bahaya (kesukaran dsb): mereka berani ~ bahaya maut;
adang  [2]Jw v menanak nasi dng menggunakan dandang
adang [3] n 1 saudara tua dr ibu (biasanya wanita); kakak ibu; 2 nama atau gelar kehormatan; dang


Bila kita lihat adang pada kata pertama, penggunaannya juga akan menimbulkan beberpa makna yang berbeda. Ada empat kontekstualisasi penggunaannya.



5. Sekedar  atau Sekadar

Awalnya saya iseng mengecek kata sekedar kedalam KBBI, karena sebelumnya merasa kata tersebut kata yang sudah baku. Ternyata tidak, karena kata dasarnya kadar bukan kedar. Sekadar kata yang berasal dari akar kata kadar. 
     

6.  Mendali atau Medali ya?

Ini kata yang memiliki permasalahan unik. Kita sering mengucap mendali bukan medali, namun tidak menyebut mendalilion tapi medalilion untuk menyebut jenis kalung. Bagus atau tidak kata medali, nyatanya kata ini lebih baku dibanding kata mendali. Kata medali juga ternyata homonim, selain bermakna suatu pemberiang penghargaan juga bermakna bunyian seperti seruling.


7. Menghujam  atau Menghunjam 

Penulisan dan pengucapan menghujam dalam banyak tulisan bisa dikatakan kesalahan terbesar.  Kesalahan ini saya ketahui ketika hendak lebih memaknai kata ini, ternyata tidak ada dalam kamus. Kemudian ketika dicek di papan mesin pencarian tidak ada definisi menghujam, sedang menulis kata kunci "hujam" akan dikoreksi menjadi hujan. Usut punya usut, ternyata kata yang benar menghunjam. Kita banyak yang korupsi huruf :v :v :v Kata "menghujam" sendiri, seingatku saya dapatkan dari syair Tompi “menghujam jantungku”.(Lihat beritanya di hunjam, menghunjam; BUKAN hujam, menghujam Kata salah kaprah: hujam, menghujam…. http://tatabahasaindonesia.wordpress.com/2012/11/13/hunjam-menghunjam-bukan-hujam-menghujam-kata-salah-kaprah-hujam-menghujam/  )



8. Berlahan atau Perlahan

Sama dengan poin tujuh, kata berlahan tidak ada dalam kamus. Entah bahasa apa yang jelas bukan Bahasa Indonesi. Jelasnya kata perlahan bukan kata turunan dari lahan, melainkan kata dasar yang independen. Mungkin inilah yang dikira sebagai kata turunan sehingga sinonim dari lambat-laun ditulis dengan berlahan.

***
Demikian kedelapan poin tentang kesalahan penulisan kata dalam karangan.  Perlu kita pahami bahasa itu dinamis, konvesi sekelompok masyarakat terkadang dikalahkan oleh konvesi masyarakat yang lebih luas lagi. Kata mentari yang di kamus lama tidak baku sekarang baku. Maka kita tidak bisa berpedoman dengan kamus lama, seperti juga kata nopember dan jadual di kamus lama(80an) dianggap baku. Tapi saat ini seperti bukan kata Indonesia. Kata marxisme, nama-nama tempat, kebangsaan dahulu ada dalam kamus saat ini seperti sudah tidak ada.

Ketika penulisan tulisan non fiksi, seperti karya ilmiah pemilihan kata baku menjadi wajib. Sedang untuk non fiksi, masih ada celah. Misal prosa, bisa dengan alasan penggunaan kata sehari-hari atau ragam percakapan. Maka sepatutnya ditulis dengan huruf miring. Sedang untuk puisi, memang masalah gramatika tidak bisa dilepaskan, namun jika tidak selaras dengan pengungkapan pengkarya  bisa diterabas dengan licentia poetica. Kuncinya bebas namun harus bisa dipertanggungjawabkan. Menggunakan hak ini tidak semabarangan, bukan masalah suka-suka. Selain itu juga membuat kita tidak gegabah menghukumi karya orang lain tidak nyastra atau yang lainnya.

Sebenarnya masih banyak seperti hiperbola versus hiperbol, jejauhan dengan kejauhan. Karena ilmu saya masih kurang maka ditahan dulu pembahasannya :D. Mungkin ada masukan dari pembaca seputar permasalahan ini? Atau mau memaparkan kasus lain seputar kata yang salah pengejaan. Tulisan saya ini dikeritik juga boleh.

Salam ka(r)ya!

Ket:Kamus yang saya pakai KBBI Offline versi 1.1 2010 Ebta Setiawan