STATEMENT UNTUK MUSLIMAH
BERCADAR
Beberapa hari ini saya sering berhadapan
dengan hal-hal yang berhubungan dengan cadar. Mulai dari kultum, pesan gambar, setatus, foto, atau
semacamnyalah. Hingga membuat saya berpikir mungkin Allah menyuruh saya untuk
memberi statement tentang hal tersebut. Statement yang sudah lama ada hanya masih takut diutarakan
secara terbuka, tetapi kebenaran itu begitu terbuka. Di mana kebenraran sering
dianggap asing, sedang kejahatan sering diwajarkan.
Masalah muslimah yang
bercadar saya memiliki empat statement pokok di antaranya:
- Mereka Menutup Aurat
Seorang muslimah yang menjunjung nilai keshalehan wajib menutup aurat, jika
merasa beriman dan bertakwa terhadap syariat Allah yang disampaikan rasullah.
Definisi aurat bagi wanita telah menjadi kesepakatan umat Islam diantaranya
seluruh tubuh kecuali bagian muka dan kedua dan tangan (dari pergelangan
tangan). Muka dan tangan hal yang mendasar tentunya, masak bercadar tidak
memakai kaus kaki, kan lucu(pernah saya temukan, mungkin yang bersangkutan lagi
khilaf).
Jadi orang yang tidak menutup
aurat(terutama yang mengaku muslim) tak pantas berkomentar tentang cadar, tetapi mesti merenungkan
sudah banyak hidayah, peringatan, contoh
para artis yang mendapat hidayah kok ya masih belum berhijab. Berjuta dalih
ketika masalah ini disodorkan. Ini untuk yang mengaku muslim, lantas bagaimana
yang non muslim? Hal yang perlu ditanyakan keimanan, kalau mencak-mencak, ya
katakan laa kumdinukum waliadin.
- Sempurnakan Ibadah Baru
Mengkritik
Bagaimana
dengan yang menutup aurat tetapi belum sempurna(masih ada bagian yang terbuka,
ketat, dan belum konsisten atau kadang masih dibuka)? Maka benahi dahulu ibadah
dan hijabnya, jangan terlalu mengurusi hijab orang lain kalau belum berhijab
dengan baik. Terlebih wanita bercadar tersebut tidak mengganggu hidup kita.
Kita
sering mengkritik terhadap hal-hal yang kurang penting tetapi melupakan hal-hal
yang mendasar. Prinsip utama kita mesti mendekatkan diri kepada Allah, apakah
baru sebatas ucapan atau sudah amalan. Bagaimana keajekan dalam beribadah? Hal
yang wajib abaikan karena alasannya masih berat, masih kotor, dan berjuta
alasan. Sedang hal yang membawa dosa( berperasangka dan menggunjing) menjadi
kebiasaan, tak lain karena mengasyikan. Kadang beralasan yang ibadah tekun gak
jaminan akan berbuat baik terus(lalu memberi kasus-kasus kusus. Bahkan
membanggakan diri yang imannya masih belepotan dan mengajak “gak usah terlalu
tekun beribahnya, biasa saja”.
Seseorang
yang menilai baik dan buruk berdasarkan peraduga pribadi telah membuat setandar
hidup sendiri, bukan Al Quran dan Sunnah yang ia gunakan melainkan hawa nafsu
dan bisikan setan. Seseorang yang mengkeritik orang yang konsisten beribadah
dan membanggakan serta mengajak agar tak terlalu tekun beribadah ia telah
membuat setandar sendiri. Renungkan, apakah dengan sikap semacam ini akan
membawa keselamatan? Gairah mendapatkan keridhoan tertinggi(bertemu Allah
dengan keridoan di Firdaus) akibat alam
bawah sadar cukup tinggal di emperan neraka, dan menyangka akan beberapa hari
di neraka. Ia tak berpikir lama kelamaan menuruti hawa nafsu akan membawanya
pada jurang kekekalan dineraka jika pada tataran puncak hawa nafsu
dipertuhankan(banyak mengingkari ayat dan kebenaran). Nauzubillah.
- Muslimah yang Baik Menjunjung
Akhlak Mulia
Sebagian
yang lain dikalangan kita ada yang berhijab secara konsisten dan merasa sudah
syar’i. Kalau hendak membangun akhlak yang mulia, berkhuznul uzon lebih utama
dibanding berperasangka yang macam-macam. Secara umum
yang saya pelajari tidak ada ulama yang mengharamkan seorang muslimah bercadar.
Perdebatannya antara wajib, sunah dan boleh.
Kalaulah hukumnya boleh maka kita tidak punya hak melarang,
mencemooh, atau menggunjing. Karena itu merupakan kebebasan individu. Orang yang mengumbar aurat saja kita biarkan,
mengapa yang bercadar justeru digunjing, apakah lebih berbahaya? Kadang sikap
merasa risih tersebut muncul, masih wajar karena tak terbiasa bertemu. Hal yang
diingat jangan jadikan untuk tak berinteraksi, kalau kita yang menghidar dahulu
berarti kita yang tertutup. Kalau orangnya acuh, mungkin karena bukan mukhrim
atau itu karakternya bukan cadarnya. Banyak kok yang bercadar bisa berbaur.
- Ensensi Menutup Aurat
Ensensi
dari menutup aurat selain bentuk ketaatan dan identitas keislaman adalah
sebagai perisai bagi wanita. Pelindung hati(masak berhijab gibah, hasat, dan
hasut?), peredam perangai buruk(masak berhijab ingin dugen?), menghindari finah
mata lelaki(masak berhijab menampilkan lekuk tubuh?). Mereka yang berhijab
secara syar’i disertai dengan pembinaan akhlak khasanah lebih mudah menghindari
fitnah dibanding yang berjilbab amburadul. Kebanyakan yang jilbabnya amburadul,
suka narsis dan rentan untuk membongkar pasang hijab.
Lalu
bukan berarti yang berhijab secara syari tidak rentan oleh fitnah. Masih banyak
juga mengundang para kumbang menggoda, apa lagi dia memiliki paras ayu dan
supel. Di tambah banyak hal lain yang tidak diperhatikan, misal masalah make up, suara, dan aksesoris. Initinya
terlihat semakin cantik. Nah mereka yang menyadari hal ini memilih untuk
bercadar. Tantangannya tantangnya lebih berar, bukan hanya cemoohan(itu bisa
dianggap angin lalu) tetapi juga sikap alami yang dimiliki wanita untuk tampil
cantik, dilihat, dan mendapat pujian.
Maka mereka patut dikakan sebagai muslimah
yang luar biasa. Mereka hanya menampakan kecantikan untuk yang halal terutama
untuk suaminya. Coba kita renungkan, wanita yang berusaha berpakaian yang
secantik mungkin ia hadirkan untuk siapa? Jika untuk dirinya saja, maka
berpeluang akan tumbuhnya benih-benih ujub(kagum terhadap diri sendiri). Kalau
untuk mendapat pujian orang lain, bukan hanya ujub ini bisa mengarah pada sikap
sombong dan menjadi fitnah bagi lelaki(tidak bisa dielakan zina mata dan zina
hati terjadi).
Allah Maha Indah dan
menyukai keindahan, tetapi Allah memiliki syariat agar manusia tidak lalai dari
tuuan awal mereka kembali dengan mendapat keridhoan-Nya. Keindahan terwujub
dalam rangka mendapat pujian Allah, bukan keindahan yang menghantarkan kita
atau orang lain tergelincir ke kubangan neraka. Kenyataannya saat ini hallul
hawa semakin meraja lela sedang orang-orang beriman yang tsiqoh terasingkan.
Banyak pembolak-balikan paradikma, yang indah tetapi hakikatnya salah dianggap
sebagai keberagaman dan ekspresi seni. Sedang yang sederhana dan bercahaya
sebagai sesesuatu yang buruk dan menakutkan.
Kenyataannya media asing
dan sekular cederung menciterakan mereka yang bercadar dan berhijab besar
sebagai orang yang fundamental. Ditambah dengan penayangan isteri pelaku
pemboman membuat masyarakat tergiring opininya mereka sebagai teroris. Memang
saat ini citera wanita berhijab lebar(syar’i) lebih baik tetapi mereka yang
bercadar masih mendapat opini miring. Bahkan terkadang memojokan justeru dari kalangan cendekiawan
kita.
Mulai dikatakan sebagai ninja,
komentar SARA(menjurus pada kelompok tertentu), orang yang tertutup, tidak mau
berbaur, bukan budaya kita, hingga disebut sebagai hantu dan teroris. Saat
sudah dicerahkan bahwa masalah radikalisme gak ada kaitannya dengan cadar, yang
tidak bercadarpun bisa radikal(radikal liberalnya). Misal dkatakan tdiak ramah,
sebagaimana orang yang tidak bercadar pun banyak yang tidak ramah bahkan kasar.
Orang bercadar memiliki beragam karakter, ada yang supel bahkan ada yang gemit.
Kembali pada masing-masing diri bukan artibut fisik.
Sering diidentikan
kelompok tertentu. NU, Jammaah Tabligh, Salafii, LDII bahkan Syiah ada yang
bercadar. Jadi cadar bukan berkaitan dengan lebel kelompok tertentu tetapi
mereka yang sangat-sangat berusaha menjaga syariat, kehormatan, dan menghindari
fitnah. Mereka yang bercadar apapun kelompoknya memiliki satu pemahaman yang
utuh. Terlepas dari model cadar. Apa lagi yang berkomentar orang yang mengaku
liberal, mengapa orang yang telanjang tidak dipermasalahkan? Dengan alasan yang
sama pula, mereka yang bercadar menggunakan hak mereka menggunakan hak
kebebasan diri.
Bukan hanya dikalangan
masyarakat yang mengaku nahdiyin yang masih mengasosisiakan cadar dengan
kelompok terentu. Bahkan hal semacam ini juga dikalangan warga persyarikatan
muhamadiyah merupakan hal yang sedikit tabu.Begitulah masyarakat kita saat ini,
saat sudah dipahamkan masih merasa risih
melihat yang bercarar. Bahkan kawan saya batal memakai cadar kerena gak dapat
restu orang tua. Padahal fitnah yang dihadapi luar biasa, berkali-kali ganti
nomer gara-gara banyak mata jelalatan yang mengidolakannya. Bayangkan itu yang
berjilbab syar’i(lebar, kadang kayak mukena) apalagi yang bongkar pasang? Wah,
konon ulama saja lihat betis wanita bisa hilang apalan lo, la bagaimana para
mata jelalatan yang melihat pengumbar aurat berlenggak-lenggok?
Hal yang masih saya
sayangkan rasa kekelompokan yang masih tinggi, bukan merasa sebagai satu
kesatuan Islam yang sama-sama menggali mutiara hikmah. Kadang beda dikit dari
kebiasaan dianggap bukan kelompoknya, “itukan menurut Muhamadiyah, kalau saya
tetap mengikuti Imam Syafi’i(klaimnya tapi hanya kata-kata)!” Sikap ini hampir
dimiliki banyak masyarakat, ada yang bilang “kalau Muhamadiyah yang sejati,
maka ia akan berpegangtuh dengan HPT(Hipunan Putusan Tarjih), berbeda dengan
yang sudah bergaul dan terpengaruh dengan pengajian lain”. Sedang HPT fatwanya
bisa berubah, misal soal memajang foto di dinding. HPT itukan bukan kitab sahih
ketiga setelah Quran dan Sunnah dan kesejatian mengembangkan kelompok bukan
pada leterlek pada basul masaail atau HPT. Melainkan membersarkan Islam niscaya
ormas akan besar(karena dapat ridho Allah). Berami mengkoreksi kelompok kita
menyadarkan kita bahwa yang sempurna Islam dan terhidar dari sikap
asobiyah(cinta kelompok berlebihan dan merendahkan yang tidak dicintai).
Melihat argumen saya yang
tidak membawa kelompok manapun, serta tak mengharap pembelaan dari kelompok
apapun(saya hanya menyapaikan kebenaran yang dititipakn Allah) kemudian ada yang bertanya, bagaimana dengan Isteri mas Barep kelak?
Kalau masalah bercadar, saya kembalikan kepada isteri saya. Jika memang itu
keinginan bulat maka akan saya suprot.Soal wanita bercadar seperti yang saya
ungkapkan sebelumnya merupakan bagian dari hak individu memutuskan dirinya
bercadar. Bahkan saya salud dengan mereka yang begitu menjaga kehormatan bakal
suami atau yang sudah menjadi suaminya.
Lantas
bagaimana dengan komentar orang lain? Langkah pertama kita cerahkan, lalu
kita harus memiliki peran aktif dimasyarakat dan menjadi pribadi yang supel.
Kalaupun masih tetap tidak bisa menerima, langkah terakhir berhijarah. Tidak
semua kemauan masyarakat harus dituruti terlebih jika bertentangan dengan syariat
dan nurani. Untuk meminang wanita yang shalehah gak bercadar saja berat apalagai
yang bercadar. Hal yang berat apakah si wanitanya membuka hati, lalu syaratnya
memberatkan tidak, dan bagaimana dengan kesanggupan diri. Bukan masalah berat
takut si wanita lebih unggul keagamaannya ya!
Lalu muncul pertanyaan bagaimana jika ada kesempatan(si wanita membuka hati) meminang wanita
bercadar? Tentunya kalau mau mengikuti cara yang syar’i kekhawatiran kita
tak berarti. Saat proses taaruf, ada proses tukar biodata, nah biasanya
diberikan foto dengan wajah asli. Lagian masalah identitas(KTP,Paspor, SIM,
surat nikah dll) mereka tak mengenakan cadar jadi jangan takut orangnya
diganti. Kalau foto kurang yakin, ada sesi pertemuan pertama ia memperlihatkan
wajahnya. Sebelumnya harus sudah mantap melihat aspek fundamental seperti:
akidahnya ahlul sunnah, pemaham agamanya baik dan pokoknya ‘dah shaleh.
Kemudian tinggal masalah paras, Anda menerima atau menolak sudah menjadi hak
Anda. Kalau keriteria cukup (gak cantik dan gak jelek) saran saya terima.
Demikian statement saya tentang wanita bercadar
yang sudah sekian lama mengendap. Awalnya alasan menahan stetmen ini takut
dibilang forntal dalam menyampaikan pesan. Menang perlu dijalani mendakwahi
keluarga, sahabat, dan lingkungan. Tetapi jika ada yang menyinggung masalah ini
saya berargumen tidak jauh dari tulisan di atas. Untuk syiar di dunia maya, ini
yang pertama. Biasanya seputar usaha menumbuhkan kecintaan terhadap Islam,
menyampaikan hikmah dan padangan terhadap wanita berhijab disamping ajakan dan
suport terhadap yang berhijab. Polanya yang belum berhijab, diajak berhijab,
yang berhijab tetapi belum syar’i disuport agar lebih syar’i dan menutup aurat,
lalau yang belum konsisten agar lebih konsisten. Lalu yang sudah syar’i
disuport agar tidak tabaruj, menjaga diri.
Semoga bermanfaat, mohon
maaf jika ada yang kurang berkenan. Tulisan ini juga bentuk pertobatan saya
bila sebelumnya pernah berburuk sangka, ucapan sembarangan, dan sikap yang
tidak baik terhadap muslimah bercadar. Kebenaran yang saya dapatkan bahwa
mereka yang menutup aurat dengan benar plus bercadar merupakan mereka yang
memiliki komitmen tinggi terhadap idealisme keislaman. Sedang tentang perilaku
yang khilaf tidak ada kaitannya dengan cadar melainkan permasalahan personal.
Catatan: gambar dari berbagai sumber