Ketika
kita hendak membuat cerita, hendaknya terlebih dahulu gali inti dari cerita
yang akan Anda buat. Inti (esensi) dari cerita adalah cerita(narasi) itu
sendiri. Di dalam cerita ada rangkaian kata. di dalam rangkaian kata ada
hikmah, pesan, pemikiran dan perasaan yang dimiliki penulis. Selanjutnya saya
sebut sebagai jantung narasi. Tanpa Jantung narasi cerita yang ditawarkan sama
saja kita menyodorkan makanan tidak bergisi, sampah nutrisi kepada pembaca. Agar
rangkaian kata tersebut mampu memancarkan hikmah, maka perlu pemilihan kata
yang tepat sehingga membentuk rangkaian kata yang indah, mengugah, menyentuh
atau membangkitkan emosional sesuai yang di harapkan penulis.
Kemudian
agar pesan-pesan penulis tersampaikan, maka perlu pengaturan alur yang tepat.
Semenarik mungkin yang membangkitkan gairah pembaca--rasa penasaran untuk terus
membaca, serta ada rasa kepuasan atau ketidak puasan--sesuai tujuan penulis dan
jenis cerita. Jika cerpen tak masalah menimbulkan ketidak puasan, karena
keterbatasan halaman. Namun jika itu novel atau novelet ketidakpuasan akan
menjadi bumerang, dengan timbulnya sikap
dari pembaca untuk tidak mau membaca dan menggali lagi karya tersebut. Namun
jika rasa ketidakpuasan penulis diolah menjadi rasa penasaran yang ditimbulkan
setelah membaca sehingga memunculkan novel kedua dan seterusnya, ini tentunya
cukup bagus.
Kalau
cerpen menimbulkan cerpen baru sehingga menjadi cerbung. ketika pada titik
kelimaks novel akhir(cerita) harus ada nilai kepuasan. percumah kita mengiring
mereka sampai ke dalam berbuku-buku cerita tapi tidak mendapatkan apa-apa. Dan
setelahnya melupakan begitu saja atau memberi masukan negatif kepada pembaca
baru, nauzubillah. Cerita akhir dari rangkaian-rangkaian cerita yang
menimbulkan ketidakpuasan ini disebabkan tidak ada alur berpikir sedari awal
untuk membentuk akhir cerita. Atau penulis kehabisan ide untuk membuat cerita
baru yang berkaitan dengan cerita awal, maka akan ada pergulatan yang saling
membunuh antara cerita awal dengan ide cerita baru. Alangkah baiknya jika
kehabisan ide membentuk cerita baru yang berkaitan dengan cerita sebelumnya
lebih baik membuat ketertarikan penulis dengan karya-karya kita selanjutnya.
Maka produktivitas menghasilkan tulisan-tulisan yang berkualitas menjadi
tantangan bagi penulis setelah menghasilkan karya yang mendapat respon positif
masyarakat.
Kemudian
setelahnya berbicara alur dan latar. Latar ini funsinya memperjelas serta
memperindah rangkaian kata. Penulis yang baik memiliki daya imajinasi yang
tinggi, daya imajinasi penulis yang baik adalah mampu menyeret daya imajinasi
pembaca ke dalam cerita. Pembaca benar-benar masuk ke dalam cerita, sehingga
dapat menemukan hikmah, pesan, pemikiran, dan perasaan penulis. Bukan sekedar
tahu maksud penulis, namun ikut merasakan, ikut memikirkan, dan ikut
merenungkan. sehingga tujuan dari cerita membawa pembaca ke perilaku lebih baik
bisa tercapai. Penggambaran latar yang baik dapat berupa kata-kata puitis
tentang keadaan alam, pengambaran lingkungan sekitar para tokoh yang bagus,
melekatkan dengan suasana hati tokoh, dapat juga dengan deskripsi nakal atau
metafora seprampanga. Kalau novel, bagaian demi bagaian latar bagus secara
medetail dijelaskan, lebih bagus lagi dengan kata-kata barnas dan menimbulkan
asosiasi lingkungan tanpa memboroskan banyak kata.
Variabel
selanjutnya adalah penokohan. agar cerita hidup sesuai dengan realita sekalipun
cerita tersebut fiktif, perlu ditampilkan karakter-karakter yang kuat. Jika
karakter baik maka pembaca bisa mencontoh menjadi karakter tersebut, jika karakter
buruk pembaca bisa merasakan jijik dan ingin menghilangkan karakter tersebut
jika ada pada dirinya.
Maka
dalam penokohan dibuat senatural dan realistis pada zamanya, sehingga pembaca
bisa meniru atau menghilangkan karakter yang dicontohkan. Percuma buat apa
menampilkan karakter yang terlampau imajinatif, hanya menguapkan daya bayang
pembaca. Misal sifat kenabian yang begitu sempurna dalam menjaga hati ditampilkan
ke dalam suatu tokoh imajinatif, ini hanya sekadar menjadi figuratif dalam
cerita, kecuali sekalian memang cerita tentang kenabian justeru bagus. Sebaik
apa pun manusia jaman sekarang tentu memiliki sisi buruk, baiknya orang baik
jaman sekaran selalu berusaha menghilangkan sisi buruk tersebut. Pembaca yang
ingin menjadi baik tentu berharap ditawarkan alaternatif-alternatif menuju
kebaikan oleh pembaca.
Sisi
jahat juga seperti itu, jika penjahatnya berwatak Iblis tentu sulit diterima
hanya menimbulkan jengkel. permasalahan sekarang banyak orang jahat yang tidak
peduli dirinya jahat disebabkan pandangan-pandangannya yang membentuk bahwa
dirinya benar, dan baik. di sampin dirnya memiliki sisi-sisi baik sebagai
manusia, yang kadang di justifikasi sebagai pembenaran kejahatannya.
pembentukan
karakter dapat diperoleh melalui diskripsi narasi, bentuk fisik, pola gerak dan
tipologi raut muka. dapat juga melalui cara berbicara dalam obrolan serta cara
meresponnya. Melaui nada bicara, reaksi wajah atau gerak tubuh. cara yang lain
yang dapat digunakan adalah meraba isi hati tokoh, biasanya dapat dilakukan oleh
sudut pandang orang ketiga serba tahu. Ketika
semua terangakai dengan baik, maka perlu memilih judul yang kuat, yang mewakili
keseluruhan isi, menimbulkan rasa penasaran serta daya tarik. Judul baik
biasanya timbul setelah menulis.
Demikian
suatu cerita dalam membuat prosa yang menurut saya bisa diabdosi dalam bentuk
tulisan yang lain sesuai dengan kebutuhan. Cerita tanpa pesan seperti saya
bilang hanya memberikan sampah kepada pembaca. Dampak selanjutnya pembaca
keracunan dengan cerita kita, bukan menjadi baik sesuai diharapkan. hal ini
berkaitan dengan tujuan dari penulis itu sendiri, sangat berbahaya jika tidak
memiliki tujuan moral.
Tulisan
yang narasinya baik hanya membuat pembaca meraba perasaan penulis dan tidak
membuat ikiut merasakan. Tulisan yang alurnya baik, hanya menyihir penulis ke dalam
jalan cerita yang memukau tanpa tahu dan bisa memetik hikhah dari suatu tulisan.
Tulisan jenis ini jika pembaca ditanya “kenapa kamu baca tulisan itu?” maka
jawabanya hanya “senang saja!” wajar pembaca menjawab seperti itu dapat saja
penulisnya juga menjawab “senang saja menulis”. Jadi tulisan bukan saja alat
meunangkan perasaan, tetapi media untuk mengantarkan pemikiran, cita-cita luhur
serta pesan nurani yang murni. Sehingga sampai akhir zaman jika tulisan
tersebut masih ada selalu ada mutiara yang dapat di amabil ketika pembaca
menggali tulisan. Tulisan yang baik bukan sekadar dibaca pembaca, namun mampu
dikenang dalam lintas zaman dan generasi. Pembaca akan membentuk kontekstualisasi
tulisan kita, walau banyak teks yang tidak relevan lagi namun yang namanya
mutiara hikmah berbentuk apapun narasi, alur, cerita bahkan zamannya akan terus
bersinar dan memberi keteduhan ketika melakukan kontak dengan manusia yang
masih memiliki nurani murni.
****
Barep
Pangestu 02 Januari 2014
Like juga halaman saya https://www.facebook.com/pages/Wahid-Muslim/314332858733209?fref=ts