Kamis, 21 November 2013


Karya : Barep Pangestu (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Metro)
 

Langit murung, terang senyap

Sebait langkah gadis berkerudung hitam

Aura yang mebuyarkan hitam tentram

 

Gadis berkerudung hitam

Dengan bros hijau bersinar kuning

Kau hadir membawa suram

Gundah akan kelam yang kian gemilang

 

Gadis berkerudung hitam

Dengan androk hitam

Dibawah langit bermenara masjid

Kau tak banyak bicara

Diammu terus berceloteh atas kemungkaran

Bicaramu perlawanan atas penghianatan firman Tuhan

 

Dibalik hari semakin malam

Tersirat sinar dibalik kerudung hitam

Semakin malam, semakin terpampang terang

 

Butiran harap dari hati yang takut menghitam

Kau yang menjadi sapu terang

Biasmu memberi harapan kau pilih sebagai penerang

Biasmu pula yang akan membiaskan harapan

Siapakah yang kau pilih sebagai pembawa terang ?

Layaknya obor gagah berani bersama pemenang.


 Dibuat 16:01 17-07-2013 ,Metro-Lampung
Karya : Barep Pangestu (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Metro)

Membaca bahasa mata
Kelingan sepasang mata polos
Matamu mata boneka
Aku membaca matamu ada seberkas kaca

Mataku mulai berbicara
Matamu permata
Didadaku matamu mulai bertahta
Sinar matamu mulai kuterka

Matamu berada diruang hampa
Menggoda tak berbicara
Candamu mengoyahkan mataku
Keteguhan mata hatimu tak kuduga


Bulan sabit jatuh dikedua matamu
Aku mulai tahu bahasa mata polosmu
Engkau sabit yang merindu purnama
Berlahan bola matamu membuka cahaya

Aku ingin menyimpan bola matamu dimeja belajarku
Menemaniku membaca peluh kehidupan
Jendela dunia aku tutup, agar ku terus melihat terangmu
Aku tahu tanpa gelap kau kesepian

Sejenak matamu memejam
Membuka mata menunjuk matahari
Aku remang-remang jauh dari cahaya matahari
Matamu menolak menjadi bohlam lampu belajarku

Berlahan matahari berada diatas kepala
Benar binar matamu berkobar
Membakar nyaliku untuk berbicara
Mata kaki menjatuhkan lututku, kekalahanku tersiar

Tangan kiri memasang kaca mata
Mengunci gerbang candaan
Keteguhanmu membekas diatas dinding-dinding iman
Atas nama ketakwaan, kau kedipkan salam sampai jumpa

Aku kembali keruang hampa
Mataku terpejam berjalan berlahan
Mentok aku dihajar tembok
Aku sudah seperti orang mabuk

Tak kuduga engkau membuka gerbang matamu
Atas nama kemaksiatan engkau memandangnya
Inikah tipu daya ? aku tak percaya

 Hampir ku dibuat tak berdaya

Kedua mata telah engkau gembok
Mata boneka tak lagi bercahaya
Tak perlu ku berpetuah setelah kau kepergok
Berbicaralah dengan seberkas kaca, masih adakah mata permata ?



Metro, Lampung 20/11/2013