Pendahuluan
Prokontra golput (golongan putih)
terjadi ditengah masyarakat. Permasalahan ini tidak hanya dilihat dari sudut
pandang hitam putih saja. Perlu dilihat dari berbagai aspek sehingga dalam
memutuskan akan menjadi tajam. Karena tujuan saya untuk membuka pikiran kita
semua, duduk bersama membahas permasalahan. tidak saling membelakangi dan
berada dua ujung pinggir jalan dialog untuk saling memaki. Kita telah kenal
budaya positif dimasyarakat untuk musyawarah mufakat serta saling menghargai
pendapat kedua pihak. Dan menghormati putusan akhir, bukan memaksakan pendapat
untuk diterima, namun berintrtopeksi diri merubah cara yang lebih efektik agar
pendapatnya diterima. Selain azas musyawarah, adalah tradisi ilmiyah perlu
dibudayakan. Melihat permasalahan dari sudut keilmuan. Kedua hal ini jika
ditanamkan maka akan menimbulkan ketenteaman dan progesifitas sebuah masyarakat
yang madani.
Agar dua azas ini dapat berjalan
pada mestinya maka nilai-nilai transendental-spiritualiitas perlu ditanamkan.
Mendalami kebenaran bukan untuk kepentingan pribadi semata. namun khitmat untuk
menngharap keridoan dari Sang Pencipta. Telah lama hendak membahas permasalahan
ini, ketika membaca Warung Kopi Plus di kompasiana
(http://politik.kompasiana.com/2013/01/16/siapa-yang-golput-dan-alasan-utama-golput-dan-jawabannya--525084.html)
merasa perlu untuk bersuara memberi jawaban. Selain alasan tulisan beliau cukup
untuk mengumpulkan seluruh argumen yang pro golput. Sebenarnya dalam setatus
Facebook saya sering saya bahas, namun saya selain memberi wawasan yang lain
ingin membudayakan tradisi ilmiyah, saling bertukar pandangan lewat menulis.
Semula m
encari tulisan tentang pengharaman
golput (mereka yang tidak memilih) saya menemukan tulisan beliau. Saya mencari
lewat ponsel, setelah saya cari kembali saya menemukan tulisan beliau yang sama
persis di blogspot (http://warungkopiplus.blogspot.com/2013/01/siapa-yang-golput-dan-alasan-utama.html).
Maka cukup tepat dan memperkuat uuntuk memberi jawaban, karena saya juga
memiliki blog di blogspot.com. Rencanaya akan saya linkan pada blog beliau.
Selain masih cukup hangat tulisan
beliau. Di kompasiana pada tema OPINI, dia posting di 16 January 2013
17:12. Tulisan ini pada proses awalnya di catatan facebook (https://www.facebook.com/notes/barep-pangestu/menjawab-tulisan-warung-kopi-plus-siapa-yang-golput-dan-alasan-utama-golput-dan-/10151548103982803), agar nanti
memudahkan saya menyebarkan pada orang terdekat. Saya posting di blogspots sebagai
tanggung jawab bahwa saya memberi sanggahan. Dan menunjukan bahwa tulisan
tersebut tidak berat sebelah dari orang yang kontra golput saja.
Seputar golput
Golput bukan sekedar urursan tidak
memilih sama sekalai, golput dapat dikategorikan sikap politik seseorang. Bukan
seorang yang tidak punya sikap politik. Untuk membedah apakah yang golput itu
orang punya sikap politik atau tidak punya sikap politik maka perlu mengurai
apa motif mereka yang golput. Begitu pula membedah motif amereka yang memilih.
Banya juga yang memilih asal coblos.
adapun yang perlu kita cermati
golput tidak semuanya sama, baik dari bentuk maupun motif alsannya. ada
beberapa jenis golput diantaranya :
1. Golput karena sistem
Sistem yang sengaja dibentuk untuk
kepentingan suatu golongan dapat menimbulkan banyak yang tidak terdaftar
sebagai DPT (Daftar Pemilih Tetap). Motif mereka tidak didaftarkan karena
akan menguatkan suara lawan. Ada sistem yang sengaja dibuat. Hal ini kontra
dengan DPT bodong. Sering ditemukan anak-anak, yang sudah meninggal terdaftar.
Bahkan ada penggandaan. Tambah mencengangkan dengan identitas palsu, spt
kuntilanak atau pocong dll.(http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2013/02/18/23326/waduh-pocong-kuntilanak-tuyul-kolor-ijo-ikut-pesta-demokrasi/).
Masalah banyak yang tdak terdaftar
dengan beragam dalih sempat menimbulkan polemik dg dibolehkan mencoblos
dengan menggunakan KTP. golput karena sengaja diciptakan. Dikarenakan mereka
bukan 'suara produktif' dalam pemenangan partai penguasa. Dalam aturanya yang
tidak terdaftar sebagai DPT maka mereka tidak dapat memilih. Hal ini memicu
berbagai kalangan menuntut agar pemilih yang tidak masuk DPT dapat memilih
menggunakan KTP. Dipilpres pemilu 2009. (http://news.detik.com/read/2009/07/07/164803/1160804/700/tokoh-lintas-agama-serukan-warga-gunakan-ktp-untuk-nyontreng).
Lawan dari masalah ini adalah
pemilih bayangan. anak kecil, orang meninggal, penggandaan, nama fiktif seperti
gendruo didaftarkan. DPT dari pilkada dapat direfisi dari pemilu sebelumnya
tinggal disesuaikan ternyata tidak dilakukan. Dan ini memang ada beberapa
kesengajaan jika masyarakat tidak berpartisipasi memantau. (http://www.kaltimpost.co.id/berita/arsip/21069).
2. Golput karena pilihan sendiri
Karena sengaja tdk mau mendaftarkan.
Adapun motifnya karena alasan
budaya, agama, akademisi atau Adapun motifnya karena apatisme Hampir sama
dengan motif mereka yang memilih.
b. Adapun cara golputnya
sengaja tidak mendaftarkan diri
dalam DPT, sengaja tidak datang dalam pencoblosan, atau sengaja merusak surat
suara.
3. Golput karena tidak tahu
karena tidak mendapat pendidikan
politik tidak tahu apa itu pemilu, tidak punya hak pilih, ada halangan, salah
ketika mencoblos/mencontreng, surat suara rusak karena kesalahan teknis.
----------------------------
1. Partai yang tidak lolos
verifikasi mengajak rakyat untuk golput;
---> Emangnya partai tersebut
partai yang udah bener 100%??? Artinya kalau tidak ada partai itu maka negara
atau pemerintahan ini hancur atau ga beres???,
Menurut saya partai seperti itu
adalah partai sampah, menghasut masyarakat untuk kepentingan sendiri.
Seperti cerita anak kecil yang ngambek tidak dibelikan mainan, dan dia tidak
bisa menerima alasan dengan cerdas, artinya partai ini partai yang diisi oleh
orang-orang yang tidak cerdas, apakah anda mau memilih, apabila di 2019 mereka
lolos verifikasi???
Tanggapan:
Tentu bukan sikap politik yang
dewasa ketika tidak lolos memilih untuk golput. Untuk alasan ini saya sepakat.
Tentu aneh ketika masuk peserta pemilu mengajak untuk memilih. Bahkan sampai
ada yang mengharamkan golput. Alasan seperti ini perlu ditentang.
2. Partai atau calon pemimpin yang
solid tetapi mereka kurang pendukung dalam segi kuantitas/jumlah pemilih.
----> dalam kasus ini,
sayaanalogikan dengan partai non muslim dan partai muslim. Hal ini mengingat
jumlah muslim di Indonesia sangat banyak, maka strategi ini bisa dipakai oleh
partai non muslim. Sasaran ajakan untuk golput bisa ditujukan untuk masyarakat
muslim, sebaliknya “di lingkungan dalam” atau “di kalangan sendiri” mereka
mengkondisikan bahwa isue yang diangkat tersebut bertujuan untuk memecah belah
dan menggembosi suara partai muslim.
----, (saya tau non muslim akan
marah membaca alasan ini), tapi ini fakta realistis.
saya mengimani:
AL MAIDAH ayat 51:
"Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang
lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim."
Bahwa calon-calon pemimpin kita
tidak semuanya beragama Islam. Sehingga dapat kita bayangkan jika semua umat
Islam GOLPUT, maka Pemimpin kita semuanya bukan orang Islam.
Dan Al BAQARAH ayat 120:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak
akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah:
"Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan
sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang
kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.
----
Tanggapan:
Pada kenyataanya banyak partai yang
memasukkan non muslim dijadikan wakil umat Islam. Ini yang membuat sebagian
umat Islam semakin enggan untuk memilih.
3. Sekumpulan atau segolongan
masyarakat yang keinginannya tidak terpenuhi, dan mereka mengancam akan golput
apabila tidak dipenuhi.
---> Seperti anak kecil yang
mengancam mamanya untuk tidak mau makan apabila tidak dibelikan mainan yang
dimintanya, merengek-rengek dan menangis. Anak tersebut tidak bisa diajak
berbicara dengan cara cerdas, menerima alasan (mungkin) orang tuanya sedang
tidak punya uang atau memiliki halangan lainnya.
Dalam hal ini, mereka bisa mengajak
masyarakat lainnya untuk berdemo, dengan membayar beberapa uang per hari per
orang.
Bayangkan seribu orang berdemo di
depan Istana Presiden selama 6 hari, (@Rp.50.000 per orang per hari X 10.000
Orang, X 6 hari), maka dengan hanya Rp.3.000.000.000,- dampaknya dapat
menggagalkan pemilu yang anggaranya 47 T, dan karena gagal akibat pemilu
dianggap tidak memenuhi syarat maka pemilu akan diulang lagi dengan dana yang
kurang lebih sama.
Tanggapan:
Terlalu berburuk sangka jika mengatakan
demontrasi semua bayaran. Saya tidak suka demontrasi, namun kita harus melihat
permasalahan secara luas dan adil.
“ Hai orang-orang yang
beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang selalu
menegakkan kebenaran karena
ALLAH, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap suatu kaum, membuat kamu
cenderung untuk berlaku tidak
adil. Berlaku adillah, kerena adil itu lebih
dekat dengan takwa. Dan
bertakwalah kepada ALLAH, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. ( Al Maidah [5]:8).
Demotrasi memang ada yang bayaran,
ada yang swadaya, atau karena provokasi. Gerakan masal dan masive tentu sulit
dikatakan bayaran. Reformasi misalnya, siapa yang mau membayar hampir seluruh
mahasiswa indonesia ketika situasi krisis?
4. Masyarakat yang sudah putus asa
dan kecewa dengan pemerintah, mungkin dengan alasan karena pemerintah yang
lembek atau tidak tegas, kinerja buruk dan banyak hal lain yang bisa dijadikan
mindset untuk kecewa dengan pemerintah
---> Dalam Islam, putus asa
adalah dosa. Memang pemerintah banyak masalah, akan tetapi mereka tetap bekerja
untuk lebih baik dari hari ke hari. Bayangkan apabila masyarakat Golput
semua, siapa yang memegang pemerintahan selanjutnya???
Pemegangnya tetap pemerintah yang
lama dan akibatnya pasti akan muncul konflik bersaudara karena tidak adanya
pemimpin yang dapat diandalkan, kemudian selanjutnya militerlah yang menjadi
pemimpin, apakah masyarakat mau kita dalam kondisi caos seperti di Mesir dan
daerah lain???
Betapa kondisi saat ini lebih baik
dari pada kondisi apabila Indonesia caos???
Mungkin masyarakat yang membanggakan
Golput pikirannya tidak sampai kepada hal ini/kondisi ini, untuk itu saya
mengajak mereka untuk berpikir lebih cerdas dalam memandang masalah.
-----------
Tanggapan:
Pemilu pun dapat menimbulkan
keos. Ingat pemilu 1997 yang dampaknya reformasi? Ceos adalah siklus yang akan
datang ketika suatu pemerintahan menemui titik jemu. Masyarakat pada titik
puncak kekecewaan dan penderitaan. Ketika partai politik tidak dapat diandalkan
maka melakukan gerakan politik.
Ketika satu cara tidak dapat
ditempuh, maka menggunakan cara lain. Golput diantaranya. Mengikuti arus tanpa
memegang kendali adalah menambah keterpurukan. Keterlibatan politik masyarakat
tidak hanya dalam pemilu, namun dalam mengawal pembangunan, mendukung program
prorakyat pemerintah maupun swadaya masyarakat. Dan menekan pemerintah untuk
prorakyat.
Yang terjadi saat ini membiarkan
pemerintah berkerja sendiri. Adanya korupsi dan penyimpangan hanya diam saja.
Keterlibatan dalam partisipasi politik jauh lebih utama dibanding hanya ikut
pemilu. Faktanya pendidikan politik untuk masyarakat awam jarang dilakukan.
Hanya dihimbau memilih. Jarang untuk diajak dalam partisipasi politik dalam
perancangan pembangunan dan pembangunan.
Anda terlalau parno bahasa anak
mudanya. Selama masa kehalaifahan Islam diwarnai golput, bahkan diera Khalifah
bercorak kerajaan, cuman khalifah yang punya hak pilih memilih khalifah. Tidak
seekstrem keadaan yang Anda kawatirkan. Lewat pemilupun sering terjadi
kerusuhan. Bahkan setiap ada pemilu ada saja kerusuhan. Apa lagi Pilkada sudah
bukan jadi rahasia umum lagi. Soal Mesir sebaiknya kita renungkan ayat dibawah
ini.
ÙˆَعَسَÙ‰ٰٓ Ø£َÙ† تَÙƒْرَÙ‡ُوا۟ Ø´َÙŠْÙ€ًۭٔا
ÙˆَÙ‡ُÙˆَ Ø®َÙŠْرٌۭ Ù„َّÙƒُÙ…ْ ۖ ÙˆَعَسَÙ‰ٰٓ Ø£َÙ† تُØِبُّوا۟ Ø´َÙŠْÙ€ًۭٔا ÙˆَÙ‡ُÙˆَ Ø´َرٌّۭ
Ù„َّÙƒُÙ…ْ ۗ ÙˆَٱللَّÙ‡ُ ÙŠَعْÙ„َÙ…ُ ÙˆَØ£َنتُÙ…ْ Ù„َا تَعْÙ„َÙ…ُونَ
artinya:
Boleh jadi kamu membenci sesuatu,
padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal
ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (QS.
2:216)
Syariat Islam dimesir lebih banyak
diterapkan. Dan keterpautan masyarakat yang cinta syariat lebih banyak. Orang
lebih simpatik yang menyerukan tegaknya syariat dibanding hukum sekuler. Giroh
pejuanghnya lebih tinggi dibandiing di Indonesia yang hampir dikatakan tidak
ada partai Islam tapi hanya partai yang berbasis masa Islam.
5.Masyarakat yang merasa tidak ada
pilihan pemimpin yang bagus yang dapat dipilih, atau tidak ada yang sesuai
dengan keinginan masyarakat, sehingga mereka merasa tidak ada artinya memilih
siapapun.
----> Ingat tidak ada yang
sempurna di dunia ini, apabila kita fokus pada kejelekan orang maka yang tampak
adalah kejelekannya saja, dan sama sekali orang tersebut tidak ada kebaikannya
sama sekali.
Kita harus cerdas dalam berpikir,
kemungkinan kejelekan-kejelekan calon tersebut sengaja dihembuskan oleh
lawan-lawan pilihnya.
Cobalah berpikir, anda pun apabila
menjadi pemimpin belum tentu menjadi pemimpin yang baik, apalagi yang
terbaik???
Mungkin juga calon yang ikut adalah
calon atau orang yang tidak kita kenal sebelumnya, maka solusinya adalah segera
carilah referensi tentang orang-orang tersebut.
Cara mudahnya, misalnya ada dua
calon si "a" dan si "b", maka tanyakan kepada pendukung si
"b" tentang kejelekan dan kebaikan si "a", dan sebaliknya
tanyakan kepada pendukung si "a", tentang kebaikan dan kejelekan si
"b", insyaallah anda akan mendapatkan jawaban yang lebih obyektif dan
adil.
Coba belajarlah berpikir dari
kondisi keterbatasan yang telah ada, diantara pilihan-pilihan tersebut
pasti ada yang menjadi pemimpin yang terpilih untuk memimpin,
maka berpikirlah untuk berpikir dari
pada si "a", lebih baik si"b", dan dari pada si
"b" lebih baik si "c", maka putuskanlah yang terbaik bagi
anda??? itu adalah cara berpikir dalam manajemen resiko, kita berusaha
meminimalkan resiko, bukan menghilangkan resiko, karena kita harus sadar bahwa
siapapun dan apapun usaha kita tetap ada resiko.
---,
Dalam surat Ar-Rum ayat 2-5
menerangkan terjadinya peperangan antara dua kerajaan besar, yaitu Romawi dan
Persia. Menyikapi peperangan ini sahabat Rasul tidak abstain alias GOLPUT,
mereka mendukung Romawi. Ketika Romawi kalah sahabat nabi bersedih hati,
sehingga Alloh memperkenankan harapan mereka untuk memenangkan Romawi dengan
turunnya surat ini. Dalam ayat 3-4 Alloh menerangkan bahwa Romawi akan menang
kembali dan pada saat itu para sahabat akan bergembira. Mengapa sahabat
mendukung Romawi? Karena Romawi beragama Nasrani yaitu ahlul kitab sedangkan
Persia beragama Majusi. Ahlul kitab lebih dekat kepada Islam dibandingkan
Majusi.
AR-RUM ayat 2-5
“Telah dikalahkan bangsa Rumawi, di
negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam
beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka
menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang
yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.”
-----------
Tanggapan:
Alasan ini sangat tepat. Dari segi
akademisi, golput bagian dari demokrasi jika tidak ada pilihan yang tepat. Dari
segi agama, ingat tanggung jawab kita dunia dan akherat. Dibanding memilih
karena uang atau asal coblos, golput lebih aman.
Yang memilihpun banyak yang apatis.
Asal ikut. "milih gak milih tetep bayar pajak". Banyak calon yang
tidak dikenal. Dan banyak yang bermanufer ketika pemilu, setelahnya lupa dengan
konstetuen.
Alasan tidak ada manusia sempurna
sangat tidak tepat. Keriteria sebagai pemimpin dan masyarakat biasa tentu
berbeda. Ada batas toleransi sebagai pemimpin. Ada batas kekurangan yang harus
di maklumi dan tidak dapat ditoleransi. Seperti mencari pasangan. Seorang gadis
(rakyat) tentu punya syarat-syarat tertentu. Pilihanya bukan lantaran emosional
saja. Namun, spiritualitas(bila perlu tahajud), rasionalitas, dan baru
emosional(kedekatan). Tentu sang gadis punya hak untuk menolak semua calon,
jika dari yang mencalonkan dibawah kata layat.
Integritas sebagai manusia biasa,
dengan integritas sebagai pemimpin sangat berbeda. Tidak bisa sama. Dalam Islam
pemimpin dicalonkan, syaratnya ditentukan syariat, dan yang memilih para ulama
dalam syuro. Hasilnya rakyat harus mematuhi.
Anda tidak menempatkan dalil pada
tempatnya. Arum ayat 2-5 sikap umat Islam diantara dua pertikaian dan
peperangan. Dalam kepemimpinan justru lebih banyak yang golput, Saidina Abu
Bakar tidak dipilih lewat pemilu. Banyak yang golput, alaias banyak yang tidak
memilih.
Ø£َÙ…َّÙ†ْÙ‡ُÙˆَÙ‚َانِتٌآنَاءاللَّÙŠْÙ„ِسَاجِدًاوَÙ‚َائِÙ…ًايَØْØ°َرُالْآخِرَØ©َÙˆَÙŠَرْجُورَØْÙ…َØ©َرَبِّÙ‡ِÙ‚ُÙ„ْ
Ù‡َÙ„ْÙŠَسْتَÙˆِيالَّØ°ِينَÙŠَعْÙ„َÙ…ُونَÙˆَالَّØ°ِينَÙ„َايَعْÙ„َÙ…ُونَØ¥ِÙ†َّÙ…َايَتَØ°َÙƒَّرُØ£ُÙˆْÙ„ُواالْØ£َÙ„ْبَابِ
Apakah kamu hai orang musyrik yang
lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud
dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya? Katakanlah: `Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?` Sesungguhnya orang yang berakallah yang
dapat menerima pelajaran. (QS.Azumar 39:9)
Maka pemilih pemimpin pun harusnya
orang berkualitas. Masyarakat awamikut dengan yang berilmu. Tidak semua masalah
dapat diselesaikan dengan voting.
6. Masyarakat yang menganggap bahw a
Golput merupakan bentuk sikap protes kepada negara atau pemerintah.
----> Ingat ada atau tidak ada
suara dari si Golput, tetap akan ada pemenang dan pemerintahan tetap akan
berjalan, dan sikap protes ini sama sekali tidak akan berpengaruh apapun,
kecuali bagi orang yang sengaja melahirkan atau menciptakan mindset golput
karena alasan-alasan pribadi/golongan (mungkin beberapa alasan diatas).
Dinegara (umumnya negara berkembang)
manapun permasalahan pemerintahan tetap ada, coba hitung jumlah kasus
pemerintah daerah kabupaten/kota/propinsi, berapa jumlah yang pemerintah yang
bermasalah dan yang tidak bermasalah???.
Tanggapan:
Alasanya sudah tepat. Terlebih jika
terjadi semua calon dikenal memakai politi uang. Tidak ada perbedaan (kompetisi
semu). Atau hanya mengejar kekuasaan.
Memang tetap ada yang mengang dan
kalah. Legitimasinya berbeda. Golput dapat bermakna mendukung siapapun yang
menang, atau tidak mendukung siapapun yang menang. Tergantung niat
masing-masing tercermin.
Jika menang dengan suara tidak
mayoritas, atau golput rengking satu tentu legalitas pemimpin berkurang. Dan
yang utama adalah partisipasi politik masyarakat dalam rumusan progam
pemerintah dan pelaksanaan progam program pemerintah. Selain itu terus berjuang
memajukan umat, karena selama ini rakyat dituntut untuk berjuang sendiri
memperbaiki nasibnya. Kalau berpangku tangan hanya menunggu bantuan tidak
akan ada perubahan.
Dan di ingat, mereka yang terpilih
tidak hanya memperjuangkan pemilihnya juga yang memilih yang lain bahkan yang
golput. Bahkan diluar konstetuen. Karena dia merasa mampu memimpin seluruh
komponen masyarakat.
Yang memilih tidak hanya puas, atau
hanya menggondok jika merasa salah pilih. Karena kesalahan dia juga kenapa
tidak meneliti calon.
Yang tepat yang pertama adalah
seberapa komitmen dengan visi, misi yang dijanjikan. Kemudian adakah kontrak
politik dilakukan. Selanjutnya seberapa peka dengan kepentingan rakyat. Intinya
partisipasi politiklah yang utama.
Kita lihat, banyak yang dipilih
langsung pada ujungnya kinerjanya semakin buruk dari pemilihan perwakilan.
Terbukti banyak yang terkuak integritas yang dipilih buruk. Pada akhirnya
lengser, dimakzulkan, dan dimeja pesakitan. Kadang yang dipilih secara
perwakilan usia pemerintahanya lebih lama.
7. Masyarakat yang apatis dengan
urusan pemerintahan, tidak peduli dengan urusan pemilu/pilkada, merasa tidak
ada gunanya.
----> Bentuk lain dari putus asa
(hampir sama dengan nomor 4).
Tanggapan:
Kelompok yang apatis tidak hanya
ada pada golput. Pada kelompok pemilihpun ada. Memilih gak milih tetap
bayar pajak. Memilih asal coblos tanpa mengenal calonya.
Atau memilih karena diberi kaos,
stiker, bendera. beras, susu, uang atau yang lain. Ini justru jauh berbahaya.
Pemilih batil. Sudah jelas yang dipilih juga lebi banyak batilnya jika
menggunakan politik uang.
8. Masyarakat yang benar-benar
memiliki kesibukan yang sangat lebih penting dari waktu pilkada, atau
masyarakat yang benar-benar tidak bisa datang pada acara pemilihan umum atau
pilkada.
----> Pemilu bukanlah suatu
perintah yang “wajib” atau hakiki untuk diikuti, dan tulisan ini bukan
diperuntukkan bagi masyarakat yang bertipe seperti yang nomor 8, tetapi kepada
mereka yang sengaja atau berpinsip untuk Golput atau yang mau golput.
Tanggapan:
Ini mereka yang termasuk dalam
golput karena keadaan lain.
Ada pula yang karena merasa hidupnya
mapan, merasa tidak perlu berpartisipasi politik. Dan merasa tidak perlu
menekan pemerintah. Mereka sibuk dengan dunianya sendiri.
"milih tidak milih tetap bayar
pajak" juga berlaku di kelompok ini.
yang perlu dipermasalahkan adalah:
dana kampanye yang jauh lebih besar dari pemilu. Belum politik uang yang juga
tidak kalah fantasis. Banyak ketidak jelasan sumber dana kampanye, namun belum
pernah sampai tuntas penangananya. Bawaslu/panwaslu tidak dapat bertindak
banyak, hanya menyampaikan terjadi kecurangan dan pelangaran. Kebanyakan
politik uang.
Ditambah lagi dana pemilu yang
bermasalah. Banyak terjadi kecurungan dan pada akhirnya pemborosan. Sistem
mengunakan kertas suara sudah jelas memakan waktu banyak dalam penghitungan dan
pemborosan biaya. Di negara maju justru menggunakan sistem elektronik bahkan
ada yang menggunakan sistem SMS.
Di Amerika menggunakan sistem
elektronik, mengecek surat suara. Dapat terditeksi salah mencoblos (ganda).
Namun dikembalikan jika memilih golput. Karena secara akademisi golput bagian
dari demokrasi. Kembali sistem apa yang akan kita pakai.
alasan lainya adalah masalah Krisis
ketokohan. Masalah ini pernah terjadi ketika di pilpres 2009. Megawati sudah
terbukti gagal. SBY kinerjanya kurang bagus. JK mencalonkan diri lantaran SBY
menolak untuk kembali berduet.
Maka banyak yang tetap memilih SBY.
Yang terjadi seperti saat ini, pemerintahan tidak ada perubahan yang
signifikan.
Hal ini terjadi juga karana minimnya
rasa percaya diri partai-partai Islam untuk konsolidari dan mencalonkan diri.
Selain itu internal partai yang cenderung lebih kuat kalangan pragmatis. Lebih
nyaman beranadi sebagai pengekor.
Inilah yang terjadi, sikap berbain
dipinggiran masih banyak dilakukan kalangan partai berbasis Islam.
Alasan Utama yang diangkat untuk
GOLPUT:
1. Pemerintah tidak becus mengurus
pemerintahan
---> Dinegara (umumnya negara
berkembang) manapun permasalahan pemerintahan tetap ada, coba hitung jumlah
kasus pemerintah daerah kabupaten/kota/propinsi, berapa jumlah yang pemerintah
yang bermasalah dan yang tidak bermasalah???.
Tanggapan:
Bahkan banyak yang setelah terpilih
terkuak kedok pemenang pemilu. Maka sistem perlu dirubah pada sistem
keterwakilan. Tidak semua masalah dapat diselesaikan dengan voting.
Sistem keterwakilan, mereka yang
mumpuni dan mereka yang menentukan apakah memilih cukup dengan musyawarah
mufakat atau voting. Tentu lebih utama musyawarah mufakat, voting digunakan
pada saat kebuntuan terjadi dua pendapat atau lebih yang sama kuat dan harus
segera ada putusan.
2. Pemimpin/pejabat banyak yang
korup
---> Dinegara berkembang manapun
korupsi tetap ada, orang yang bejat tetap ada, peluang tersebut yang harus
diminimumkan dengan penegakan hukum yang tegas, dan masyarakat memilih orang
dengan tepat.
Tanggapan:
Bagaimana mau menegakan hukum yang
tegas, jika mereka yang korup mengendalikan pemerintahan? Sampai saat ini tidak
ada koruptor yang dieksekusi mati.
Maka pendidikan politik perlu.
Masyarakat sengaja dibodohkan. Mereka yang mendapat pendidikan politik hanya
yang meminta. Atau ikut karena ada penghidupan. Kadang rekrutmen yang menyalahi
aturan.
3. Partai banyak yang bermasalah
dengan hukum
---> Bukan partai yang
bermasalah, tetapi orang yang mengisi dan itu tidak semua, ingat tidak semua,
makanya mulai sekarang cerdaslah dalam memilih, jangan mau memilih hanya karena
uang Rp.50.000 atau Rp.100.000.
Tanggapan:
Jika mayoritas petinggi partai, atau
partai dikuasai orang yang tidak kredibel jelas imbasnya pada partai. Partai
tanpa kader akan mati dan tidak ada artinya. Ini jadi tanggung jawab kita semua
untuk melakukan pendidikan politik. Bukan memilih karena uang.
Saya golput karena jika kondisi sama
saja. Tidak ada calon yang dikenal, atau semua yang dikenal integritasnya
buruk. Maka lebih memikirkan partisipasi politik selanjutnya. Berbeda dengan
potitisi yang dipikirkan yang kalah kemenangan priode selanjutnya.
Memilih jika ada pemimpin yang
berani secara tegas untuk menegakkan syariah. Karena akan mengurangi kerusakan
lebih besar.
Atau adanya calon non muslim. Maka
umat Islam perlu digalang persatuan. Ingat haram hukumnya mengangkat pemimpin
kafir. Golput atau memilih pemimpin non Muslim, sama saja merestui.
Dan tetap partisipasi politik yang
utama. Jika semua yang mencalonkan sekularis, dan yang di usung isu sekularis.
Ditambah semua calon tidak ada yang dikenal atau semua yang dikenal
kredibilitasnya dipertanyakan. Golput lebih utama. Karena tanggung jawabnya
jika salah pilih dunia akherat. Maka partisipasi politik lebih utama.
----- ----- -----
Kesimpulannya:
ingat kita tidak bisa menuntut
politisi (terpilih) untuk tidak korupsi atau berkinerja baik, tetapi kita bisa
memilih orang yang baik untuk menjadi politisi, untuk itu gunakan hak pilih
anda, dengan berpedoman pada pertanyaan dari pada si "a", lebih baik
si"b", dan dari pada si "b" lebih baik si "c",
maka putuskanlah yang terbaik bagi anda, karena tanpa suara pilihan anda bisa
jadi si "a" yang menang.
----- ----- -----
Tanggapan:
pedoman memilih yang terbaik dari
yang terburuk tidak belaku. Perlu di ingat kaidah para politisi boleh bohong
tapi tidak boleh salah.
Kriteria baik hanya melihat visi
misi dan janji politik tidak cukup. Ingat apa yang menurut kita baik belum
tentu baik menurut Allah.
Jika para calon hanya seperti
perbedaan coca-cola dan pepsi tentu golput lebih tepat. Karena semua tidak baik
untuk kesehatan.
Atau yang parah seperti coca-cola,
fanta, dan srpite. Ada dua kemungkinan, sandiwara politik atau berebut antrian
untuk jadi pemimpin. Dapat dilihat dari keseragaman ideologi mereka. Karena tidak
ada teman dan musuh abadi dalam politik. Terlebih azasnya adalah politik dagang
sampi.
Tulisan lain Tentang Golput:
Bagaimana Jika Semua Rakyat Golput?
Golput alias golongan putih
diidentifikasikan sebagai golongan yang tidak ikut berpartisipasi dalam pemilu
oleh masyarakat. Tentang darimana asal istilah golput, mungkin perlu diadakan
penyelidikan lebih lanjut.
Lantas kenapa dinamakan golput?
Kenapa bukan golteng alias golongan tengah, atau golbas alias golongan bebas?
Wallahua'lam. Tapi yang jelas, fenomena golput ini menjadi semakin populer di
kalangan masyarakat, terutama pada beberapa pilkada beberapa waktu lalu. Angka
golput berdasarkan pantauan sebuah lembaga survei sudah berada di atas 30%.
Banyak kalangan yang menilai bahwa
kinerja pemerintahan yang tidak optimal menjadi alasan kenapa memilih golput.
Bahkan KH Abdurrahman Wahid alias Gusdur pernah menghimbau agar kalangan
nahdliyin memilih golput meskipun kemudian Ulama Jawa Timur mengharamkan warga
nahdliyin untuk golput. Lantas apakah golput dapat menyelesaikan permasalahan
bangsa? Ada beberapa hal yang perlu kita cermati lebih dalam tentang golput.
Golput atau tidaknya masyarakat,
tidak akan mengurangi anggaran biaya yang dikeluarkan dalam sebuah proses
pemilihan baik pilkada atau pemilu. Hal ini justru akan membuat biaya yang
dikeluarkan negara menjadi mubazir, terutama biaya pengadaan sarana dan
prasarananya.
Kemudian semakin banyak golput akan
membuat hasil pemilihan semakin tidak akurat dan memperbesar peluang diadakannya
pemilihan ulang. Artinya akan diperlukan biaya tambahan yang cukup besar untuk
mengadakan pemilihan ulang. Biaya yang seharusnya bisa dialokasikan untuk
membantu rakyat miskin baik untuk biaya pendidikan dan kesehatan akan habis
digunakan untuk membiayai sebuah pemilihan ulang.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa
empat mata selalu lebih baik dari dua mata. Artinya semakin banyak golput
berarti semakin sedikit suara yang akan diperhitungkan untuk menentukan
pemimpin bangsa. Sehingga tingkat objektivitas hasil pemilihan semakin menurun.
Bersyukurlah seandainya yang tidak
golput dapat memilih pemimpin yang adil dan sungguh-sungguh memperjuangkan hak
rakyat. Namun seandainya suara yang tidak golput ternyata lebih banyak memilih
pemimpin yang tidak kompeten, maka dampaknya adalah semakin buruknya kondisi
bangsa Indonesia. Hal ini tentunya tidak hanya dirasakan oleh pemilih tapi
tentunya dirasakan juga oleh mereka yang golput, kecuali mereka berpindah
kewarganegaraan.
Seandainya seluruh masyarakat Indonesia
memilih golput, maka tidak akan terbentuk kepemimpinan di negara Indonesia.
Tidak dapat dibayangkan bagaimana kondisi sebuah negara tanpa pemimpin. Pasti
yang ada adalah kekacauan, penjarahan, pembunuhan, dan segala bentuk kerusakan
yang dapat merusak peradaban. Sehingga tidak ada lagi rasa keamanan bagi rakyat
Indonesia apalagi kesejahteraan.
Sesungguhnya istilah politisasi
agama adalah kurang tepat. Mengapa? Karena politik hanyalah bagian kecil dari
agama sehingga bagaimana mungkin sebuah sistem yang diciptakan oleh Allah SWT,
yang mengatur segenap sistem-sistem yang ada di alam ini, dapat ditarik kedalam
sistem yang jauh lebih kecil yaitu politik.
Sehingga istilah yang tepat adalah
agamisasi politik. Politiklah yang harus ditarik kedalam ranah agama.
Politiklah yang harus diatur sesuai dengan norma agama. Salah satu alasan
mengapa sistem politik di Indonesia sangat buruk adalah karena tidak diatur
oleh norma agama. Agama telah dikebiri dari sistem politik di Indonesia sejak
berdirinya bangsa ini. Nilai-nilai agama telah dihapus dari poin penting pada
saat perumusan falsafah bangsa Indonesia.
Mungkin sekarang sudah saatnya agama
mengambil peran dalam sistem politik di Indonesia. Sudah saatnya politik diatur
dengan norma agama, sehingga sistem politik yang buruk dapat berubah menjadi
sistem yang bertujuan untuk semata-mata kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Agama telah mengharamkan segala bentuk penghamburan uang.
Agama juga telah mengisyaratkan
tentang kehancuran yang akan diakibatkan oleh pemimpin yang tidak kompeten di
bidangnya. Agama-pun mengharamkan segala bentuk penjarahan, perusakan serta
penistaan terhadap masyarakat. Lantas salahkah ketika Agama mengharamkan
golput? Wallohua'lam. Jawabannya tergantung dari mana kita melihat dan bagaimana
kita berpikir.
Tanggapan:
Bagaimana jika semua golput ?
Sekedar informasi, istilah golput
sudah ada dizaman orde baru. Dan itu ditemukan dari surat suara berwarna putih
dan bergambar segitiga. Info yang ku dapat demikian. Lantas, apakah dengan
memilih dapat menyelesaikan permasalahan bangsa? Partisipasi dan orientasi
dalam berpolitik jadi penentu penyelesiaan permasalahan bangsa.
Golput di negara barat seperti
Amerika yang dibilang demokrasi tidak pernah jadi masalah. Terus mengapa mesti
kebakaran jenggot ketika marak golput? Siapapun yang terpilih, tetap yang
dituntut adalah pendidikan, kesehatan dan perbaikan ekonomi yang layak. Karena
sumber daya manusianyalah yang harus dibenahi.
Pemilu itu sebuah kemubaziran, kembalikan
pada cara awal. Ingat bung kerakyatan DIPIMPIN oleh hikmat kebijaksanaan dalam
PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN. Pilkada jelas menyalahi UU.
Ingat bung, mereka yang mencalonkan
diri berati merasa sanggup memimpin. Maka tetap harus ada partisipasi politik.
Bukan malah mundur jagonya kalah, atau selesai setelah jagonya menang. Dalam
Islam pemimpin dicalonkan Ulama. Rakyat golput mengikuti kebijakan ulama dan
mengikuti perintah yang baik pemimpin dan mengingatkan jika menyalahi syariah. Biaya
pemilu yang semestinya dialokasikan untuk kebutuhan yang lebih penting. Perlu
di ingat demokrasi adalah alat. Indonesia dapat dikatakan paling demokrasi dari
presiden sampai legislatif. Dari nasional sampai daerah dipilih langsung dapat
dikatakan tidak ada di negara lain.
Tapi kita lihat keriterianya makin
lama makin buruk. Masalah pilkada, ingat gubernur setara dengan mentri. Dalam
sistem Islam ditunjuk Presiden. Jika kinerjanya buruk maka mudah untuk
mengganti. Dan saat ini pemilihan langsung banyak memenuhi kegagalan. Setelah
pemilihan terlibat kasus. Tentu pemilu menjadi mubazir. Coba perhatikan
perjalananya, semakin demokrasi semakin rusak.
Pertama, SDMnya belum siap, kedua
disorientasi, ketiga sistem yg digunakan tdk illahiyah.
Suka atau tidak suka politisasi
agama faktanya memang ada. Agama dijadikan alat bukan tujuan. Itulah politisasi
agama. Semua kepada komitmen partai Islam dalam memperjuangkan aspirasi umat
Islam. Yang terjadi bukan mengamankan kelangsungan ideologi Islam yang dibawa
namun kelangsungan kekuasaan yang didapat.
Ingat bung, menjadikan non Muslim
wakil jelas keharamanya. Sikap partai Islam yang tidak jelas menjadikan mereka
tidak ada bedanya dengan partai sekuler. Partai sekuler pun banyak yang
merangkul agamawan sebagai kedok partainya menampuk semua aspirasi berbagai
kalangan.
Agamanisasi politik, memang
sepatutnya demikian. Kita meyakini Islam agama yang sempurna, mengatur dari
individu sampai tata negara. Namun mengapa tidak dipakai dalam bernegara?
Sistem yang kita pakai sistem Islam
atau sistem demokrasi pancasila? Bagaimana pandangan Islam terhadap demokrasi
dan teologi pancasila? Sekali lagi pendidikan politik yang mencerahkan perlu
terus dilakukan. Serta nilai spiritual yang jelas. Bukan yang subhat hanya akan
menimbulkan kebingungan. Sehinga masyarakat punya sikap jelas dalam partisipasi
politik dan mantap dalam gerakan politik. Serta eksekusi akhir yang tepat.
0 komentar :
Posting Komentar