Rabu, 23 Februari 2011


PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Menurut Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, jenis pendidikan di Indonesia terbagi menjadi tiga jalur, yaitu jalur formal, nonformal, dan informal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Di masyarakat, pendidikan formal biasa dikenal sebagai SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Dalam pendidikan formal, siswa belajar dan dididik menurut kurikulum tertentu, diadakan di sekolah, serta belajar menurut materi ajar dan jadwal yang ditetapkan sebelumnya.

Manusia adalah makhluk yang unik, memiliki karakteristik masing-masing, kemampuan yang berbeda, serta kebutuhan yang berbeda pula. Maka bukanlah hal yang mengejutkan jika ada sekelompok siswa yang tidak cocok dengan sistem pendidikan formal. Jika siswa tidak dapat mengikuti pendidikan formal di sekolah karena alasan tertentu, ia berhak untuk memilih pendidikan alternatif lain yang dapat memenuhi haknya sebagai warga negara untuk belajar. Karena setiap anak berhak mendapatkan pendidikan, dalam bentuk apapun. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia pasal 31 ayat 1 menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Setiap orang tua menghendaki anak-anaknya mendapat pendidikan yang berkualitas, serta nilai-nilai iman dan moral yang tertanam dengan baik. Namun, melihat fakta bahwa tidak semua siswa merasa cocok dengan pembelajaran yang dilakukan di kelas, tidak terpenuhinya kebutuhan siswa karena keterbatasan waktu dan materi yang padat, kurang berkembangnya kemampuan siswa dalam bidang non-akademik karena tidak setiap sekolah mempunyai fasilitas untuk mengembangkannya, serta kurangnya pengembangan di bidang keagamaan, muncullah ide orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya di rumah. Hal ini yang menjadi latar belakang berdirinya home schooling. Keberadaan home schooling yang sah di mata Undang-undang membuat home schooling menjadi pendidikan alternatif yang akhir-akhir ini mulai banyak dipraktekkan oleh masyarakat Indonesia.

2. RUMUSAN MASLAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut. “Bagaimana keberadaan home schooling sebagai pendidikan alternatif di Indonesia?”

3. TUJUAN PENULISAN

Tujuan yang ingin dicapai melalui penulisan ini adalah untuk mengetahui keberadaan home schooling sebagai pendidikan alternatif di Indonesia.

4. MANFAAT PENULISAN

Penulisan karya tulis ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya:

  • Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai home schooling khususnya home schooling di Indonesia.
  • Menjadi bahan rujukan mengenai salah satu pendidikan alternatif di Indonesia.

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN HOME SCHOOLING

Istilah home schooling berasal dari bahasa Inggris yang berarti sekolah rumah. Home schooling dikenal juga dengan nama homeschooling, home-based education, home education, home-schooling, unschooling, deschooling, a form of alternative education, sekolah mandiri atau sekolah rumah. Pengertian umum home schooling adalah model pendidikan dimana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya. Memilih untuk bertanggungjawab berarti orangtua terlibat langsung menentukan proses penyelenggaraan pendidikan, penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai-nilai yang hendak dikembangkan, kecerdasan dan keterampilan, kurikulum dan materi, serta metode dan praktek belajar (Sumardiono dalam Simbolon: 2008).

2. SEJARAH HOME SCHOOLING

Menurut John Cadlwell Holt (Simbolon, 2008), filosofi berdirinya home schooling adalah manusia pada dasarnya makhluk belajar dan senang belajar, kita tidak perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar. Yang membunuh kesenangan belajar adalah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur, atau mengontrolnya. Didorong oleh filosofi tersebut, pada tahun 1960-an terjadi perbincangan dan perdebatan luas mengenai pendidikan sekolah dan sistem sekolah. Sebagai guru dan pengamat anak dan pendidikan, Holt menyatakan bahwa kegagalan akademis pada siswa tidak ditentukan oleh kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi disebabkan oleh sistem sekolah itu sendiri. Pada waktu yang hampir bersamaan, akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, Ray dan Dorothy Moor melakukan penelitian mengenai kecenderungan orang tua menyekolahkan anak lebih awal (early childhood education). Penelitian mereka menunjukkan bahwa memasukkan anak-anak pada sekolah formal sebelum usia 8-12 tahun bukan hanya tak efektif, tetapi sesungguhnya juga berakibat buruk bagi anak-anak, khususnya anak-anak laki-laki karena keterlambatan kedewasaan mereka (Sumardiono dalam Simbolon, 2008). Setelah pemikirannya tentang kegagalan sistem sekolah mendapat tanggapan luas, kemudian Holt menerbitkan karyanya yang lain Instead of Education dan Ways to Help People Do Things Better pada tahun 1976. Buku ini mendapat sambutan hangat dari para orangtua pendukung home schooling di berbagai penjuru Amerika Serikat. Pada tahun 1977, Holt menerbitkan majalah untuk pendidikan di rumah yang diberi nama Growing Without Schooling. Serupa dengan Holt, Ray dan Dorothy Moore kemudian menjadi pendukung dan konsultan penting home schooling. Setelah itu, home schooling terus berkembang dengan berbagai alasan. Selain karena alasan keyakinan (beliefs), pertumbuhan home schooling juga banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidikan di sekolah formal.

3. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB LAHIRNYA HOME SCHOOLING

  • KEGAGALAN SEKOLAH FORMAL

Kegagalan sekolah formal dalam menghasilkan mutu pendidikan yang lebih baik menjadi pemicu bagi keluarga-keluarga di Indonesia maupun di mancanegara untuk menyelenggarakan home schooling karena dinilai dapat menghasilkan pendidikan bermutu.

  • SOSOK HOME SCHOOLING TERKENAL

Banyaknya tokoh-tokoh penting dunia yang bisa berhasil dalam hidupnya tanpa menjalani sekolah formal juga memicu munculnya home schooling. Misalnya Benyamin Franklin, Thomas Alfa Edison, serta tokoh dalam negeri seperti K.H. Agus Salim dan Ki Hajar Dewantara.

  • TERSEDIANYA SARANA PENDUKUNG

Perkembangan home schooling ikut dipicu oleh perkembangan sarana dan fasilitas. Fasilitas itu antara lain fasilitas pendidikan (perpustakaan, museum, lembaga penelitian), fasilitas umum (taman, stasiun, jalan raya), fasilitas sosial (taman, panti asuhan, rumah sakit), fasilitas bisnis (mall, pameran, restoran, pabrik, sawah, perkebunan), dan fasilitas teknologi dan informasi (internet dan audiovisual).

4. KURIKULUM DAN MATERI PEMBELAJARAN HOME SCHOOLING

Kurikulum pembelajaran home schooling adalah kurikulum yang didesain sendiri namun tetap mengacu kepada kurikulum nasional. Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Bryan Ray menunjukkan bahwa mayoritas home schoolers (71%) memilih sendiri materi pembelajaran dan kurikulum dari kurikulum yang tersedia, kemudian melakukan penyesuaian agar sesuai dengan kebutuhan anak-anak dan keadaan keluarga. Selain itu, 24% diantaranya menggunakan paket kurikulum lengkap yang dibeli dari lembaga penyedia kurikulum dan materi ajar. Sekitar 3% menggunakan materi dari sekolah satelit (partner home schooling) atau program khusus yang dijalankan oleh sekolah swasta setempat.

5. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN HOME SCHOOLING

  1. KELEBIHAN
  • Memberi banyak keleluasaan bagi anak untuk menikmati proses belajar tanpa harus merasa tertekan dengan beban-beban yang terkondisi oleh target kurikulum.
  • Menyediakan pendidikan moral atau keagamaan, lingkungan sosial dan suasana belajar yang lebih baik.
  • Menghindari penyakit sosial yang dianggap orang tua dapat terjadi di sekolah seperti tawuran, kenakalan remaja (bullying), narkoba dan pelecehan.
  • Memberikan keterampilan khusus yang menuntut pembelajaran dalam waktu yang lama seperti pertanian, seni, olahraga, dan sejenisnya.
  • Memberikan kehangatan dan proteksi dalam pembelajaran terutama bagi anak yang sakit atau cacat.
  1. KEKURANGAN
  • Tidak adanya suasana kompetitif sehingga anak tidak bisa membandingkan sampai dimana kemampuannya dibanding anak-anak lain seusianya.
  • Keterampilan dan dinamika bersosialisasi dengan teman sebaya relatif rendah.
  • Ada resiko kurangnya kemampuan bekerja dalam tim (team work), organisasi dan kepemimpinan.
  • Proteksi berlebihan dari orang tua dapat memberikan efek samping ketidakmampuan menyelesaikan situasi dan masalah sosial yang kompleks yang tidak terprediksi.

6. DASAR HUKUM HOME SCHOOLING

Keberadaan home schooling legal di mata hukum Indonesia. Home schooling termasuk kategori pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Negara tidak mengatur proses pembelajarannya, tetapi hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. Hal ini termuat dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengenai pendidikan informal.

Selanjutnya, ketentuan mengenai kesetaraan diatur dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 26 ayat (6): “Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.”. Siswa yang mengikuti home schooling akan memperoleh ijazah kesetaraan yang dikeluarkan oleh Depdiknas yaitu Paket A setara SD, Paket B setara SMP, dan Paket C setara SMU. Ijazah ini dapat digunakan untuk meneruskan pendidikan sekolah formal yang lebih tinggi.

7. MODEL- MODEL HOME SCHOOLING

Menurut Depdiknas (Sumardiono, 2006), home schooling (sekolah rumah) pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) Sekolah rumah tunggal, yaitu layanan pendidikan yang dilakukan oleh orang tua/wali terhadap seorang anak atau lebih terutama di rumahnya sendiri atau di tempat-tempat lain yang menyenangkan bagi peserta didik, dan (2) Sekolah rumah majemuk, yaitu layanan pendidikan yang dilakukan oleh para orang tua/wali terhadap anak-anak dari suatu lingkungan yang tidak selalu bertalian dalam keluarga, yang diselenggarakan di beberapa rumah atau di tempat/fasilitas pendidikan yang ditentukan oleh suatu komunitas pendidikan yang dibentuk atau dikelola secara lebih teratur dan terstruktur.

8. HOME SCHOOLING DI INDONESIA

Perkembangan home schooling di Indonesia belum diketahui secara pasti karena belum ada penelitian khusus tetang asal mula perkembangannya. Namun, sebenarnya ada beberapa home schooling yang muncul di sekitar kita salah satunya adalah home schooling kak seto dengan metode mengajar yang unik school home kak seto mengutamakan kenyamanan si anak dalam belajar. Di home school kak seto tidak hanya mendidik anak secara biasa tetapi juga mendidik secara mental dan school home kak seto merupakan solusi dalam mencari homeschooling berkualitas di indonesia. Tak hanya di jakarta home schooling kak seto didirikan home school kak seto juga ada di cirebon dan bandung Dengan metode pengajaran yang tepat menjadikan homeschooling kak seto merupakan pilihan yang terbaik para pencari homeschooling di jakarta maupun di bandung atau corebon. Dengan metode dari kak seto yang membimbing mental anak kak seto juga memberikan metode untuk pengajaran yang baik sesuai umur sang anak. Homeschooling kak seto merupakan pilihan yang baik bagi orang tua yang ingin memberikan home schooling bagi anaknya. Jika dilihat dari konsep home schooling sebagai pembelajaran yang tidak berlangsung di pendidikan formal, ternyata home schooling telah dipraktekkan oleh beberapa tokoh seperti K.H. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara, dan Buya Hamka. K.H.Agus Salim memilih untuk mendidik anak-anaknya sendiri di rumah sehingga mereka tidak hanya pandai membaca, menulis dan berhitung, tetapi juga memperdalam keislaman dan menguasai berbagai bahasa asing. Sementara itu, jika merunut pengertian home schooling ala Amerika Serikat, home schooling di Indonesia sudah sejak tahun 1990-an. Saat ini, perkembangan home schooling di Indonesia dipengaruhi oleh akses terhadap informasi yang semakin terbuka dan membuat para orang tua memiliki semakin banyak pilihan untuk pendidikan anak-anaknya.

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Home schooling dapat dijadikan sebagai pendidikan alternatif bagi masyarakat yang tidak merasa cocok dengan kurikulum pendidikan formal seperti kurangnya penekanan pada pendidikan keimanan maupun materi ajar yang padat serta keinginan untuk meluangkan waktu yang lebih banyak bersama anaknya. Keberadaan home schooling sebagai pendidikan alternatif di Indonesia sangat penting mengingat fleksibilitas home schooling yang dapat dilakukan dimana saja, oleh siapa saja, dan kapan saja.

2. SARAN

Bagi orang tua yang merasa sistem pendidikan formal kurang dapat memenuhi kebutuhan anak-anaknya, home schooling dapat dijadikan sebagai salah satu solusi. Karena banyak juga manfaat yang dapat dirasakan melalui home schooling ini, terutama bagi anak dalam mengembangkan potensi dirinya. Model pembelajaran yang dilakukan oleh home schooling adalah model pembelajaran humanisme. Anak diberikan kebebasan untuk bisa mengaktualisasikan diri dengan bebas tanpa tekanan dari lingkungan. Dalam model pembelajaran ini, anak dituntut untuk berfikir induktif. Pembelajaran yang lebih mementingkan faktor pengalaman dan keterlibatkan aktif oleh anak dalam proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Ikhsan, M. (2006). Pendidikan Alternatif di Indonesia. [Online]. Tersedia: http://teknologipendidikan.wordpress.com/2006/09/12/pendidikan-alternatif-di-indonesia/.

Simbolon, P. (2008). Homeschooling sebagai Pendidikan Alternatif. [Online]. Tersedia: http://pormadi.wordpress.com/2007/11/12/homeschooling/.

Sumardiono (2006). Model Home Schooling. [Online]. Tersedia: http://www.sumardiono.com/index.php?option=com_content&task=view&id=310&Itemid=80.

_____. (2007). Homeschooling Semakin Meluas. [Online]. Tersedia: http://www.sumardiono.com/index.php?option=com_content&task=view&id=698&Itemid=79.

Undang-Undang Sisdiknas. Jakarta: Sinar Grafika _____. Pendidikan Formal. [Online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_formal.

Copy paste dari:

http://tokay.blog.uns.ac.id/2010/01/10/ -formal-boy/ home-schooling-sebagai-alternatif-pembelajaran

2 komentar :

  1. pembahasannya sistematis banget dan formal. keren deh..
    ta;pi aku lebih suka sistem sekolah yang masih kovensional aja.. :)

    BalasHapus
  2. @ tukang COlong ya tiap orangkan berbeda kebutuhanya....
    ada yag cocok di sistem sekolah reguler namun da pula cocok di item lain...

    ebiah mungkin warga nwgara tw\ter akomodasi hak nya untuk belajar.

    BalasHapus