Tadi siang di Um Metro ada kuliah umum dari Bapak Anas Ubaningrum. Kata-katanya sangat tertata, rektorika yang kental. Serta pepaduan yang menarik dari politisi, akademisi, dan aktifis. Mengingat latar belakanya dari parpol dan mantan aktifis gerakan mahasiswa. Namun cukup setengah setengah, karena terlihat ada keinginan mengkritik pemerintah, namun dia ketua partai pengusung pemerintah.
Beliau menyebutkan ada kalangan menyebut Indonesia sebagai negara gagal sebagai orang orang yang pesimis. Menurut beliah sepatutnya kita optimis, karena pencerminan dari Ihtiar. Ihtiar yang berpengharapan baik.
Sementara menurut hemat saya, tentu pesimis tidak baik dan menuju pada ketidak acuhan terhadap bangsa indonesia. Namun kritikan terhadap pemerintah tentu tidak semuanya pesimis, ada pula yang realistis. Pada kenyataanya pembangunan bangsa ini di hambat oleh parakoruptor. Tentu optimis boleh tapi kalau terlalu optimis ujung ujungnya takabur. Dan akhirnya kecewa. Seperti saya (tidak mau mengatas namakan rakyat tapi ini suara seorang rakyat) yang optimistis pada pemerintah dipemilu 2004 maupun 2009 tapi ujung ujungnya kecewa.
Saya juga menangkap kata kata "janji kemerdekaan". Kemerdekaan yang kita raih bukan dari janji tapi dari kebranian (kenekatan) para pemuda. Bukan pula dari janji soekarno, yang semula tidak pecaya diri untuk segara memproklamasikan kemerdekaan.
Beliau juga menyebutan janji kemerdekaan perlu terjadi tranportasi carapandang sikap hidup masyarakat agar terwujud existensi dalam kehidupan. Eksistensi budari modal (pemerintah pro penanaman modal asing dan perdagangan bebas). Kurang lebih penegakan hukum yang tegak mengantar pada demokrasi, tidak tegak menyeret pada anarkisme. Wah berarti kasus century, dll harus tuntaskan dong? Kalau tidak arkis berati.
Negara kita yang utama bukan demokrasi menjadi tujuan, namun tujuannya keadilan sosial karena demokrasi hanyalah alat. Negara kita sudah cukup demokrasi tapi masih kalah dengan negara lain. Dengan cina ataupun india yang penduduknya jauh lebih banyak kita masih kalah dalam banyak bidang. Serta bukan hanya perkapital atau nilai kuantitatif lainya, pada kenyataany tingkat kesejahteraan indonesia masih jauh dari nilai kualitatif.
Menurut beliau kita butuh komitmen yang sama terhada masa depan umat dan bangsa dengan periflesksian fngan lebih menyesuaikan tanhungjawab agar terjadi ketahanan dan serasi.
Beliau menyebutkan ada kalangan menyebut Indonesia sebagai negara gagal sebagai orang orang yang pesimis. Menurut beliah sepatutnya kita optimis, karena pencerminan dari Ihtiar. Ihtiar yang berpengharapan baik.
Sementara menurut hemat saya, tentu pesimis tidak baik dan menuju pada ketidak acuhan terhadap bangsa indonesia. Namun kritikan terhadap pemerintah tentu tidak semuanya pesimis, ada pula yang realistis. Pada kenyataanya pembangunan bangsa ini di hambat oleh parakoruptor. Tentu optimis boleh tapi kalau terlalu optimis ujung ujungnya takabur. Dan akhirnya kecewa. Seperti saya (tidak mau mengatas namakan rakyat tapi ini suara seorang rakyat) yang optimistis pada pemerintah dipemilu 2004 maupun 2009 tapi ujung ujungnya kecewa.
Saya juga menangkap kata kata "janji kemerdekaan". Kemerdekaan yang kita raih bukan dari janji tapi dari kebranian (kenekatan) para pemuda. Bukan pula dari janji soekarno, yang semula tidak pecaya diri untuk segara memproklamasikan kemerdekaan.
Beliau juga menyebutan janji kemerdekaan perlu terjadi tranportasi carapandang sikap hidup masyarakat agar terwujud existensi dalam kehidupan. Eksistensi budari modal (pemerintah pro penanaman modal asing dan perdagangan bebas). Kurang lebih penegakan hukum yang tegak mengantar pada demokrasi, tidak tegak menyeret pada anarkisme. Wah berarti kasus century, dll harus tuntaskan dong? Kalau tidak arkis berati.
Negara kita yang utama bukan demokrasi menjadi tujuan, namun tujuannya keadilan sosial karena demokrasi hanyalah alat. Negara kita sudah cukup demokrasi tapi masih kalah dengan negara lain. Dengan cina ataupun india yang penduduknya jauh lebih banyak kita masih kalah dalam banyak bidang. Serta bukan hanya perkapital atau nilai kuantitatif lainya, pada kenyataany tingkat kesejahteraan indonesia masih jauh dari nilai kualitatif.
Menurut beliau kita butuh komitmen yang sama terhada masa depan umat dan bangsa dengan periflesksian fngan lebih menyesuaikan tanhungjawab agar terjadi ketahanan dan serasi.
0 komentar :
Posting Komentar