BAB I
PENDAHULAN
A. Latar Belakang
Manusia di dunia ini dihadapkan pada dua
cobaan yaitu cobaan yang mengembirakan dan cobaan yang menyusahkan. Cobaan
tersebut berupa tahapan dan rintangan yang menguji manusia dalam kehidupan. Apa
bila mampu menyelesaikan dengan baik akan mendapatkan pahala dan bila
mengingkari ketentuan yang ada akan tenggelam dalam penderitaan di akhirat
kelak.
Terkadang manusia terbuai pada
kegembiraan, padahal kegembiran juga cobaan. Manusia seringkali tergelincir
akibat keterlenaan dan berlebihan (melampaui batatas) yang berujung pada
suatu penderitaan. Sementara ada pula yang menghadapi cobaan yang menyusahkan
namun tidak kuat menjalani cobaan. Orang tersebut menjadi frustasi dan
meluapkan emosi tanpa kontrol. Sikap seperti itu malah semakin menambah
penderitaan. Ada pula ketika merasa kesabaran sudah di batas perjuangan
berhenti melakukan perjuangan, padahal keinginan yang diharapkan selangkah lagi
tercapai sehingga tetap pada pendedritaan dan menyesal ketika harapan
yang dicitakan berlalu begitu saja di hadapanya. Ada pula yang menjalani hidup
dengan sikap overconfident (terlalu bermain aman), tidak mau menghadapi
masalah atau lari dari masah namun yang terjadi mendapati pada suatu
penderitaan. Ada pula yang mencoba berkelik dari masalah dan hanya mengincar
kebahagiaan dunia namun di akhirat berujung pada penderitan.
Manusia di
dunia ini tidak akan pernah lepas dari yang namanya masalah baik yang
menyusahkan atau yang menggembirakan. Masalah timbul karena adanya kesenjangan
antara harapan dan kenyataan. Proses dalam menghadapi kesenjangan seringkali
dihadapkan pada lika-liku kehidupan yang sering dianggap sebagai suatau
penderitaan. Susah maupun senang merupakan dua agenda yang silih berganti
tejadi dalam kehidupan manusia. Habis susah ada senang dan habis senang ada
susah. Manusia selalu untuk berusaha menjadi lebih baik. Manusia perlu
menjalani proses di dunia ini untuk mencari bekal untuk akherat dengan
menjalani suka duka yang ada di dunia.
Manusia juga
dituntut untuk keimanan terhadap Tuhannya, baik duka maupun duka untuk semakin
mendekatkan diri. Manusia sepatutnya bukan mengeluh dan meratapi penderitaan.
Namun harus bangkit mengolah penderitaan menjadi sesuatu yang bernilai lebih
berharga. Dan terus belajar menelusuri kehidupan karena ada hikmah di balik
penderitaan.
Penderitaan
datang tak terduga begitu pula kebahagian datang dari celah tak terduga.
Sehingga manusia dituntut untuk siap siaga dalam menghadapi suka maupun duka di
kehidupan ini. Dan sepatutnya kita berani menghadapi dalam menyelesaikan persoalan
hidup ini, tidak pilih-pilih saat senang semangat sat susah loyo, atau saat
duka tabah saat senang tidak bersukur. Kita perlu belajar dari pengalaman dan
cepat bangkit saat tergelincir.
Semangat
juga bukan semangat yang melampaui batas, tetapi berusaha menenenagkan
hati, sabar menghadapi penderitaan, hati iklas lilahita ala mengharap
ridho Allah. Karena solusi-solusi saat menghadapi penderitaan akan mudah muncul
saat hati tenang dan berpikir jernih. Berbeda dengan tergesa-gesa menyebabkan
solusi di depan mata terlihat jauh. Dan terkadang hal penunjang terabaikan
sehingga menambah masalah baru. kita juga bukan hanya menunggu desakan solusi
tapi perlu menyambut solusi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat
di rumuskan sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari penderitaan?
2. Apa hubungan manusia dengan penderitaan?
3. Bagaimana cara manusia menghadapi penderitaan?
4. Apa saja sebab-sebab terjadinya penderitaan?
5. Apa pengaruh dari penderitaan yang dihadapi
manusia?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan dilakunkannya penulisan makalah ini
adalah:
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian
penderitaan
2. Mahasiswa dapat memahami hubungan manusia dengan
penderitaan
3. Mahasiswa dapat menemukan solusi dalam
menghadapi penderitaan
4.Mahasiswa dapat memahami penyebab terjadinya
penderitaan
5. Mahasiswa dapat memahami pengaruh penderitaan
yang dihadapi dalam kehidupan manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Penderitaan
Penderitaan
berasal dari kata dasar derita. Sementara itu kata derita merupakan serapan
dari bahasa sansekerta, menyerap kata dhra yang memiliki arti menahan
atau menanggung. Jadi dapat diartikan penderitaan merupakan menanggung sesuatu
yang tidak meyenakan. Penderitaaan dapat muncul secara lahiriah, batiniah atau
lahir-batin. Penderitaan secara lahiriah dapat timbul karena adanya intensitas
komposisi yang mengalami kekurangan atau berlebihan, seperti akibat kekurangan
pangan menjadi kelaparan, atau akibat makan terlalu banyak menjadi kekenyangan,
tidak dapat dipungkiri keduanya dapat menimbulkan penderitaan. Ada pula kondisi
alam yang ekstrem, seperti ketika terik matahari membuat kepanasan, atau saat
kehujanan membuat kedinginan.
Ada
pula penderitaan yang secara lahiriah seperti sakit hati karena dihina, sedih
karena kerabat meninggal, putus asa karena tidak lulus ujian. Atau penyesalan
karena tidak melakukan yang diharapkan. Sementara yang lahir-batin dapat muncul
dikarenakan penderitaan pada sisi yang satu berdampak pada sisi yang lain atau
dengan kata lain penderitaan lahiriah memicu penderitaan batiniah atau
sebaliknya. Misal akibat kehujanan badan menjadi kedinginan namun tidak ada
tempat berteduh akibatnya mendongkol, risau atau menangis. Ada pula karena
putus asa tidak lulus ujian menjadi tidak mau makan dan menimbulkan perut
sakit.
Intensitas
penderitaan bertingkat-tingkat, dari yang terberat hingga ringgan. Persepsi
pada setiap orang juga berpengaruh menentukan intensitas penderitaan. Suatu
kejadian dianggap penderitaan oleh seseorang belum tentu dianggap penderitaan
bagi orang lain. Dalam artian suatu permasalahan sederhana yang
dibesar-besarkan akan menjadi penderitaan mendalam apabila disikapi secara
reaksioner oleh individu. Ada pula masalah yang sangat urgen disepelekan juga
dapat berakibat fatal dan menimbulkan kekacauan kemudian terjadi penderitaan.
Manusia
tidak dapat mengatakan setiap situasi masalahnya sama, penderitaanya sama
solusinyapun sama. Penderitaan bersifat universal dapat datang kepada siapa pun
tidak peduli kaya maupun miskin, tua maupun muda. Penderitaan dapat muncul
kapan pun dan di mana pun. Semisal saat seminar di siang hari, suasana pengap,
ada kipas angin pun masih kipas-kipasan membayangkan ruang ber AC, dan pulang
tidur merentangkan badan di kasur empuk. Atau makan buah segar dan minum air
dingin. Namun pasien rumah sakit di ruang VIP, tidur di kasur empuk ruang
ber-AC, banyak buah segar dan air segar di kulkas, merasa tidak betah dan ingin
cepat pulang. Ada lagi orang yang tidak mempunyai uang merasa menderita tidak
dapat wisata saat liburan, namun ada pula orang yang berpergian membawa uang
banyak tanpa bekal hendak liburan ternyata mobil mogok di daerah yang jauh dari
permukiman, dan saat makan siang tiba, rasa lapar mulai muncur, ternyata uang
tidak dapat menolong dari penderitaan karena tidak ada barang yang bisa dibeli,
terlebih muncul rasa gengsi atau keegoisan penumpang lain menambah penderitaan.
Penderitaan
merupakan realita kehidupan manusia di dunia yang tidak dapat dielakan. Orang
yang bahagia juga harus siap menghadapi tantangan hidup bila tidak yang muncul
penderitaan. Dan orang yang menghadapi cobaan yang bertubi-tubi harus
berpengharapan baik akan mendapatkan kebahagian. Karena penderitaan dapat
menjadi energi untuk bangkit berjuang mendapatkan kebahagian yang lalu maupun
yang akan datang.
Akibat
penderitaan yang bermacam-macam manusia dapat mengambil hikmah dari suatu
penderitaan yang dialami namun adapula akibat penderitaan menyebabkan kegelapan
dalam kehidupan. Sehingga penderitaan merupakan hal yang bermanfaat apabila
manusia dapat mengambil hikmah dari penderitaan yang dialami. Adapun orang yang
berlarut-larut dalam penderitaan adalah orang yang rugi karena tidak melapaskan
diri dari penderitaan dan tidak mengambil hikmah dan pelajaran yang didapat
dari penderitaan yang dialami.
Penderitaan
juga dapat "menular" dari seseorang kepada orang lain. Misal empati
dari sanak-saudara untuk membantu melepaskan penderitaan. Atau sekedar simpati
dari orang lain untuk mengambil pelajaran dan perenungan.
Contoh
gamblang penderitaan manusia yang dapat diambil hikmahnya diantaranya tokoh
filsafat ekistensialisme Kierkegaard (1813-1855) seorang filsafat asal Denmark
yang sebelum menjadi filsafat besar, sejak masa kecil banyak mengalami
penderitaan. Penderitaan yang menimpanya, selain melankoli karena ayahnya yang
pernah mengutuk Tuhan dan berbuat dosa melakukan hubungan badan sebelum menikah
dengan ibunya, juga kematian delapan orang anggota keluarganya, termaksud ibunya,
selama dua tahun berturut-turut. Peristiwa ini menimbulkan penderitaan yang
mendalam bagi Soren Kierkegaard, dan ia menafsirkan peristiwa ini sebagai
kutukan Tuhan akibat perbuatan ayahnya. Keadaan demikian, sebelum Kierkegaard
muncul sebagai filsuf, menyebabkan dia mencari jalan membebaskan diri
(kompensasi) dari cengkraman derita dengan jalan mabuk-mabukan. Karena derita
yang tak kunjung padam, Kierkegaard mencoba mencari “hubungan” dengan Tuhannya,
bersamaan dengan keterbukaan hati ayahnya dari melankoli. Akhirnya ia menemukan
dirinya sebagai seorang filsuf eksistensial yang besar.
Penderitaan
Nietzsche (1844-1900), seorang filsuf Prusia, dimulai sejak kecil, yaitu sering
sakit, lemah, serta kematian ayahnya ketika ia masih kecil. Keadaan ini menyebabkan
ia suka menyendiri, membaca dan merenung diantara kesunyian sehingga ia menjadi
filsuf besar. Lain lagi dengan filsuf Rusia yang bernama Berdijev (1874-1948).
Sebelum dia menjadi filsuf, ibunya sakit-sakitan. Ia menjadi filsuf juga akibat
menyaksikan masyarakatnya yang sangat menderita dan mengalami ketidakadilan.
Sama halnya
dengan filsuf Sartre (1905-1980) yang lahir di Paris, Perancis. Sejak kecil
fisiknya lemah, sensitif, sehingga dia menjadi cemoohan teman-teman sekolahnya.
Penderitaanlah yang menyebabkan ia belajar keras sehingga menjadi filsuf yang
besar. Masih banyak contoh lainnya yang menunjukkan bahwa penderitaan tidak
selamanya berpengaruh negatif dan merugikan, tetapi dapat merupakan energi
pendorong untuk menciptakan manusia-manusia besar.
Contoh lain
ialah penderitaan yang menimpa pemimpin besar umat Islam, yang terjadi pada
diri Nabi Muhammad SAW. Ayahnya wafat sejak Muhammad dua bulan di dalam
kandungan ibunya. Kemudian, pada usia 6 tahun, ibunya wafat. Dari peristiwa ini
dapat dibayangkan penderitaan yang menimpa Muhammad, sekaligus menjadi saksi
sejarah sebelum ia menjadi pemimpin yang paling berhasil memimpin umatnya
(versi Michael Hart dalam Seratus Tokoh Besar Dunia).
Dalam
riwat hidup Bhuda Gautama yang dipahatkan dalam bentuk relief Candi Borobudur,
terlihat adanya penderitaan. Tergambar seorang pangeran (Sidharta) yang
meninggalkan istana yang bergelimangan hata, memilih ke hutan untuk menjadi
biksu dan makan dengan cara megembara di hutan yang penuh penderitaan.
Riwayat
tokoh tokoh besar di Indonesia pun dengan penderitaan. Buya Hamka mengalami
penderitaan hebat pada masa kecil, hingga ia hanya mengecap sekolah kelas II.
Namun ia mampu menjadi orang besar pada zamanya, berkat perjuangan hidup
melawan penderitaan. Contoh lain adalah Bung Hata yang beberapa kali mengalami
pembuangan namun pada akhirnya ia dapat menjadi pemimpin bangsanya. Ketika
membaca kisah tokoh-tokoh besar tersebut, kita dihadapkan pada jiwa besar,
berani karena benar, rasa tangung-jawab, dan sebagainya. Dan tidak ditemui jiwa
munafik, plin-plan, dengki, iri dan sebagainya.
B. Hubungan
Manusia dengan Penderitaan
Allah
adalah pencipta segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Dialah yang maha
kuasa atas segala yang ada atas seisi jagad raya ini. Dia menciptakan mahluk
yang bernyawa dan tak bernyawa. Allah tetap kekal dan tak pernah terikat dengan
penderitaan.
Mahluk
bernyawa memiliki sifat ingin tepenuhi segala hasrat dan keinginannya. Perlu dipahami
mahluk hidup selalu membutuhkan pembaharuan dalam diri, seperti memerlukan
bahan pangan untuk kelangsungan hidup, membutuh air dan udara. Dan membutuhkan
penyegaran rohani berupa ketenangan. Apa bila tidak terpenuhi manusia akan
mengalami penderitaan. Dan bila sengaja tidak di penuhi manusia telah
melakukang penganiayaan. Namun bila hasrat menjadi patokan untuk selalu
dipenuhi akan membawa pada kesesatan yang berujung pada penderitaan kekal di
akhirat.
Manusia
sebagai mahluk yang berakal dan berfikir, tidak hanya menggunakan insting
namun juga pemikirannya dan perasaannya. Tidak hanya naluri namun juga nurani.
Manusia diciptakan sebagai mahluk yang paling mulia namun manusia tidak dapat
berdiri sendiri secara mutlah. Manusia perlu menjaga dirinya dan selalu
mengharapkan perlindungan kepada penciptanya. Manusia kadang kala mengalami
kesusahan dalam penghidupanya, dan terkadang sakit jasmaninya akibat tidak
dapat memenuhi penghidupanya.
Manusia memerlukan rasa aman agar dirinya terhidar dari penyiksaan. Karena bila
tidak dapat memenuhi rasa aman manusia akan mengalami rasa sakit. Manusia selau
berusaha memahami kehendak Allah, karena bila hanya memenuhi kehendak untuk
mencapai hasrat, walau tidak menderita di dunia, namun sikap memenuhi kehendak
hanya akan membawa pada pintu-pintu kesesatan dan membawa pada penyiksaan di
dalam neraka.
Manusia di
dunia melakukan kenikmatan berlebihan akan membawa pada penderitaan dan rasa
sakit. Muncul penyakit jasmani juga terkadang muncul dari penyakit rohani.
Manusia mendapat penyiksaan di dunia agar kembali pada jalan Allah dan
menyadari kesalahannya. Namun bila manusia tidak menyadari malah semakin
menjauhkan diri maka akan membawa pada pederitaan di akhirat.
Banyak yang
salah kaprah dalam menyikapi penderitaan. Ada yang menganggap sebagai menikmati
rasa sakit sehingga tidak beranjak dari kesesatan. Sangat terlihat penderitaan
memiliki kaitan dengan kehidupan manusia berupa siksaan, kemudian rasa sakit,
yang terkadang membuat manusia mengalami kekalutan mental. Apa bila manusia
tidak mampu melewati proses tersebut dengan ketabahan, di akherat kelak dapat
menggiring manusia pada penyiksaan yang pedih di dalam neraka. Adapun akan
lebih jelas akan dibahas sebagai berikut.
1. Siksaan
Siksaan
atau penyiksaan (Bahasa Inggris: torture)
digunakan untuk merujuk pada penciptaan rasa sakit untuk menghancurkan
kekerasan hati korban. Siksaan juga dapat diartikan sebagai siksaan badan atau
jasmani, dan dapat juga berupa siksaan jiwa atau rohani. Akibat siksaan yang
dialami seseorang, timbullah penderitaan. Apa bila berbicara tentang siksaan,
terbayang di benak kita sesuatu yang sangat mengerikan, bahkan mendirikan bulu
kuduk kita. Di dalam benak kita, terbayang seseorang yang tinggi besar, kokoh,
kuat dan dengan muka seram sedang menggenggam cemeti yang siap mencambukkan
tubuh orang yang akan disiksa; atau ia memegang batangan besi yang sudah dipanaskan
ujungnya sampai merah dan siap ditempelkan pada tubuh orang yang akan disiksa.
Semua itu dengan maksud agar orang yang disiksa memenuhi permintaan penyiksa
atau sebagai perbuatan balas dendam.
Siksaan
pada manusia juga dapat menimbulkan kreativitas bagi yang pernah mengalami
siksaan atau orang lain yang berjiwa seni yang menyaksikan langsung atau tak
langsung. Hal itu terlihat dari banyak cerpen, novel, berita, atau filem yang
mengisahkan tentang siksaan. Dengan menyimak hasil seni atau berita kita dapat
mengambil arti manusia, harga diri, kejujuran, kesabaran, dan ketakwaan, tetapi
juga hati yang telah dikuasi hawa nafsu, godaan setan, tidak mengenal
perikemananusiaan dan sebagainya.
Segala
tindakan yang menyebabkan penderitaan, baik secara fisik maupun psikologis,
yang dengan sengaja dilakukkan terhadap seseorang dengan tujuan intimidasi,
balas dendam, hukuman, sadisme, pemaksaan informasi, atau mendapatkan pengakuan
palsu untuk propaganda atau tujuan politik dapat disebut sebagai penyiksaan.
Siksaan dapat digunakan sebagai suatu cara interogasi untuk mendapatkan
pengakuan. Siksaan juga dapat digunakan sebagai metode pemaksaan atau sebagai
alat untuk mengendalikan kelompok yang dianggap sebagai ancaman bagi suatu
pemerintah. Sepanjang sejarah, siksaan telah digunakan sebagai cara untuk
memaksakan pindah agama atau cuci otak politik.
Siksaan
yang sifatnya psikis tersebut dapat menimbulkan gejala pada penderita bisa
berupa: kebimbangan, kesepian, ketakutan. Ketakutan berlebih-lebihan yang tidak
pada tempatnya disebut phobia. Banyak sebab yang menjadikan seseorang merasa
ketakutan antara lain: claustrophobia
dan agoraphobia, gamang, ketakutan,
kesakitan, kegagalan. Para ahli ilmu jiwa cenderung berpendapat bahwa phobia
adalah suatu gejala dari suatu problema psikologis yang dalam, yang harus
ditemukan, dihadapi, dan ditaklukan sebelum phobianya akan hilang. Sebaliknya
ahli-ahli yang merawat tingkah laku percaya bahwa suatu phobia adalah
problemnya dan tidak perlu menemukan sebab-sebabnya supaya mendapatkan
perawatan dan pengobatan. Kebanyakan ahli setuju bahwa tekanan dan ketegangan
disebabkan oleh karena si penderita hidup dalam keadaan ketakutan terus
menerus, membuat keadaan si penderita sepuluh kali lebih parah.
Di
dalam kitab suci diterangkan jenis dan ancaman siksaan yang dialami manusia di
akhirat nanti, yaitu siksaan bagi orang-orang musyrik, syirik, dengki,
memfitnah, mencuri, makan harta anak yatim, dan sebagainya. Antara lain,
ayat 40 surat Al Ankahut menyatakan :
"masing-masing bangsa itu kami siksa dengan ancaman siksaan,
karena dosa-dosanya. Ada diantaranya kami hujani dengan batu-batu kecil seperti
kaum Aad, ada yang diganyang dengan halilintar bergemuruh dahsyat seperti kaum
Tsamud, ada pula yang kami benamkan ke dalam tanah seperti Qorun, dan ada pula
yang kami tenggelamkan seperti kaum Nuh. Dengan siksaan-siksaan itu, Allah
tidak akan menganiaya mereka, namun mereka jualah yang menganiaya diri sendiri,
karena dosa-dosanya”.
Siksaan
yang dialami manusia dalam kehidupan sehari-hari banyak terjadi dan banyak
dibaca di berbagai media massa. Bahkan kadang-kadang ditulis di halaman pertama
dengan judul huruf besar, dan kadang-kadang disertai gambar si korban. Adapun
siksaan bersifat psikis dapat di klasifikasi seperti:
• Kebimbangan, siksaan ini
terjadi ketika manusia sulit untuk menentukan pilihan yang mana akan mereka
ambil dan mereka tidak ambil. Situasi ini sangat membuat psikis manusia tidak
stabil dan butuh pertimbangan yang amat sangat sulit.
• Kesepian, merupakan perasaan
sepi yang amat sangat tidak diinginkan oleh setiap manusia. Pada hakikatnya
manusia itu adalah makhluk yang bersosial ,hidup bersama dan tidak hidup
seorang diri. Faktor ini dapat mengakibatkan depresi kejiwaan yang berat dan
merupakan siksaan paling mendalam yang menimpa rohani manusia
• Ketakutan, adalah suatu reaksi
psikis emosional terhadap sesuatu yang ditakuti oleh manusia. Rasa takut ini
dapat menimbulkan traumatik yang amat mendalam. Dampaknya manusia bisa
kehilangan akal pikirannya dan membuat manusia berkejatuhan mental.
2. Rasa Sakit
Rasa Sakit adalah rasa yang di alami manusia akibat menderita suatu penyakit.
Rasa sakit ini dapat menimpa setiap manusia. Kaya-miskin, besar-kecil,
tua-muda, orang bodoh atau pintar, bahkan dokter sekalipun kesemuanya tidak
dapat menghindarkan dari rasa sakit. Penderitaan, rasa sakit, dan siksaan
merupakan rangkaian sebap akibat, karena siksaan, orang merasa sakit; dan
karena merasa sakit orang menderita. Atau karena penyakitnya tak sembuh-sembuh,
ia merasa tersiksa hidupnya, dan mengalami penderitaan.
3. Kekalutan Mental
Penderitaan
batin dalam ilmu psikologi dikenal sebagai kekalutan mental. Secara lebih
sederhana kekalutan mental adalah gangguan kejiwaan akibat ketidakmampuan
seseorang menghadapi persoalan yang harus diatasi sehingga yang bersangkutan
bertingkah laku secara kurang wajar. Gejala permulaan bagi seseorang yang mengalami
kekalutan mental adalah :
• Nampak pada jasmani yang sering
merasakan pusing, sesak napas, demam, nyeri pada lambung
• Nampak pada kejiwaannya dengan
rasa cemas, ketakutan, patah hati, apatis, cemburu, mudah marah
a. Tahap-tahap Gangguan Kejiwaan
Tahap-tahap gangguan kejiwaan
adalah :
• gangguan kejiwaan nampak dalam
gejala-gejala kehidupan si penderita baik jasmani maupun rohaninya
• Usaha mempertahankan diri
dengan cara negatif, yaitu mundur atau lari, sehingga cara benahan dirinya
salah; pada orang yang tidak menderita ganguaan kejiwaan bila menghadapi
persoalan, justru lekas memecahkan problemnya, sehingga tidak menekan
perasaannya. Jadi bukan melarikan diri dari persoalan, tetapi melawan atau
memecahkan persoalan.
• Kekalutan merupakan titik patah
(mental breakdown) dan yang
bersangkutan mengalam gangguan
b. Sebab-sebab Timbulnya Kekalutan Mental
Sebab-sebab timbulnya kekalutan
mental dapat banyak disebutkan antara lain sebagai berikut:
• Kepribadian yang lemah akibat
kondisi jasmani atau mental yang kurang sempurna; hal-hal tersebut sering
menyebabkan yang bersangkutan merasa rendah diri yang secara berangsur-angsur
akan menyudutkan kedudukannya dan menghancurkan mentalnya.
• Terjadinya konflik sosial
budaya; terjadinya konflik sosial budaya diakibatkan norma berbeda antara yang
bersangkutan dengan apa yang ada dalam masyarakat, sehingga ia tidak dapat
menyesuaikan diri lagi. Misalnya orang pedesaan yang berat menyesuaikan diri dengan
kehidupan kota, atau orang yang telah mapan sulit menerima keadaan baru yang
jauh berbeda dan masa jayanya dulu.
• Cara pematangan batin yang
salah dengan memberikan reaksi yang berlebihan terhadap kehidupan sosial; over acting sebagai overcompensatie.
c. Proses-proses Kekalutan Mental
Proses
kekalutan mental yang dialami seseorang mendorongnya kearah positif dan
negatif. Positif; trauma jiwa yang dialami dijawab dengan baik sebagai usaha
agar tetap survive dalam hidup,
misalnya melakukan sholat tahajut, atau pun melakukan kegiatan yang positif
setelah kejatuhan dalam hidupnya. Negatif; trauma yang dialami diperlarutkan
sehingga yang bersangkutan mengalami fustasi, yaitu tekanan batin akibat tidak
tercapainya apa yang diinginkan. Bentuk frustasi antara lain:
• Agresi berupa kamarahan yang meluap-luap akibat emosi
yang tak terkendali dan secara fisik berakibat mudah terjadi hipertensi atau
tindakan sadis yang dapat membahayakan orang sekitarnya
• Regresi adalah kembali pada pola perilaku yang
primitif atau kekanak-kanakan
• Fiksasi adalah peletakan pembatasan pada satu
pola yang sama (tetap) misalnya dengan membisu
• Proyeksi merupakan usaha melemparkan atau
memproyeksikan kelemahan dan sikap-sikap sendiri yang negatif kepada orang lain
• Identifikasi adalah menyamakan diri dengan seseorang
yang sukses dalam imajinasinya
• Narsisme adalah self love yang berlebihan sehingga yang bersangkutan merasa dirinya
lebih superior dari pada orang lain
• Autisme ialah menutup diri secara total dari
dunia riil, tidak mau berkomunikasi dengan orang lain, ia puas dengan fantasinya
sendiri yagn dapat menjurus ke sifat yang sinting.
Penderitaan kekalutan mental banyak terdapat dalam
lingkungan seperti:
1. kota – kota besar
2. anak-anak muda usia
3. wanita
4. orang yang tidak beragama
5. orang yang terlalu mengejar materi
Apabila kita kelompokkan secara sederhana
berdasarkan sebab-sebab timbulnya penderitaan, maka penderitaan manusia dapat
diperinci sebagai berikut:
1. Penderitaan yang timbul karena perbuatan buruk
manusia
2. Penderitaan yang timbul karena penyakit, siksaan/azab
Tuhan
Orang
yang mengalami penderitaan mungkin akan memperoleh pengaruh bermacam-macam dan
sikap dalam dirinya. Sikap yang timbul dapat berupa sikap positif atau pun
sikap negatif. Sikap negatif misalnya penyesalan karena tidak bahagia, sikap
kecewa, putus asa, atau ingin bunuh diri. Kelanjutan dari sikap negatif ini
dapat timbul sikap anti, mislanya antikawin atau tidak mau kawin, tidak punya
gairah hidup, dan sebagainya. Sikap positif yaitu sikap optimis mengatasi
penderitaan, bahwa hidup bukan rangkaian penderitaan, melainkan perjuangan
membebaskan diri dari penderitaan dan penderitaan itu adalah hanya bagian dari
kehidupan. Sikap positif biasanya kreatif, tidak mudah menyerah, bahkan mungkin
timbul sikap keras atau sikap anti. Misalnya sifat antikawin-paksa, ia berjuang
menentang kawin-paksa, dan lain-lain.
4. Neraka
Berbicara
tentang neraka, kita selalu ingat dosa dan terbayang dalam ingatan, siksaan
yang luar biasa dan penderitaan hebat. Jelas bahwa antara neraka, siksaan, rasa
sakit, dan penderitaan memiliki suatu rangkaian sebab-akibat. Manusia masuk
neraka karena dosanya. Oleh karena itu, bila kita berbicara tentang neraka
tentu berkaitan dengan dosa. Berbicara tentan dosa berati berbicara kesalahan. Seperti
yang tertuang dalam Quraan Surat Al Fath ayat 6 yang artinya:
"Dan supaya dia menyiksa orang-orang munafik laki-laki dan
perempuan, orang-orang yang musyrikin laki-laki dan perempuan yang mempunyai
persangkaan jahat terhadap Allah. Mereka mendapat giliran buruk. Allah memurkai
mereka, dam menyediakan neraka jahanam baginya. Dan neraka jahanam itu adalah
seburuk-buruknya tempat kembali".
(Q.S. Al-Fath : 6)
C. Cara Manusia Menghadapi
Penderitaan
Manusia
memiliki berbagi cara meng hadapi penderiataan mulai dari berekspresi dengan
seni, meminta bantuan orang lain. Hingga manusia merasa mampu melewati
penderitaan tersebut. Selagi nyawa ada manusia tak akan pernah berhenti
berjuang mengatasi masalah.
1.
Penderitaan Dan Perjuangan
Setiap
manusia pasti mengalami penderitaan, baik berat ataupun ringan. Penderitaan
adalah bagian kehidupan manusia yang bersifat kodrati. Karena itu terserah
kepada manusia itu sendiri untuk berusaha mengurangi penderitaan itu semaksimal
mungkin, rnenghindari atau menghilangkan sama sekali.
Penderitaan
dikatakan sebagai kodrat manusia, artinya sudah menjadi konsekuensi manusia
hidup, bahwa manusia hidup ditakdirkan bukan hanya untuk bahagia, melainkan
juga menderita. Karena itu manusia hidup tidak boleh pesimis, yang menganggap
hidup sebagai rangkaian penderitaan. Manusia harus optimis dan berusaha
mengataasi kesulitan hidup. Allah telah berfinnan dalam surat Arra'du ayat 11,
bahwa Tuhan tidak akan membah nasib seseorang kecuali orang itu sendiri yang
berusaha merubahnya.
Pembebasan
dari penderitaan pada hakekatnya meneruskan kelangsungan hidup. Caranya ialah
berjuang menghadapi tantangan hidup dalam alam lingkungan, masyarakat sekitar,
dengan waspada, dan disertai doa kepada Tuhan supaya terhindar dan bahaya dan
malapetaka. Manusia hanya merencanakan dan Tuhan yang menentukan. Kelalaian
manusia merupakan sumber malapetaka yang menimbulkan penderitaan. Penderitaan
yang terjadi selain dialami sendiri oleh yang bersangkutan, mungkin juga
dialami oleh orang lain. Bahkan mungkin terjadi akibat perbuatan atau kelalaian
seseorang, orang lain atau masyarakat menderita.
2. Penderitaan, Media Masa dan Seniman
Beberapa
sebab lain yang menimbulkan penderitaan manusia ialah kecelakaan, bencana alam,
bencana perang. dan lain-lain. Contohnya ialah tenggelamnya kapal Tampomas Dua
di perairan Masalembo, jatuhnya pesawat hercules yang mengangkut para perwira
muda di Condet, Meletusnya Gunung Galunggung,Perang Irak-Iran.
Berita
mengenai penderitaan manusia silih berganti mengisi lembaran koran, layar TV,
pesawat radio, dengan maksud supaya semua orang yang menyaksikan ikut merasakan
dari jauh penderitaan sesamanya. Dengan demikiaan dapat menggugah hati manusia
untuk berbuat sesuatu. Nyatanya tidak sedikit bantuan dari para dermawan dan
sukarelawan berupa material atau tenaga untuk meringankan penderitaan dan
penyelamatan mereka dari musibah ini setelah mendapatkan berita dari media masa.
Bantuan-bantuan ini dilakukan secara perseorangan atau pun melalui
organisasi-organisasi sosial, kemudian dikirimkan atau diantarkan langsung ke
tempat-tempat kejadian dan tempat-tempat pengungsian.
Media masa
merupakan alat yang paling tepat untuk mengkomunikasikan peristiwa-peristiwa
penderitaan manusia secara cepat kepada masyarakat. Dengan demikian masyarakat
dapat segera menentukan sikap solidaritas antara sesama manusia terutama bagi
yang merasa simpati. Tetapi tidak kalah pentingnya komunikasi yang dilakukan
para seniman melalui karya seni, sehingga para pembaca, penontonnya dapat
menghayati penderitaan sekaligus keindahan karya seni. Sebagai contoh bagaimana
penderitaan anak bernama Arie Hangara yang mati akibat siksaan orang tuanya
sendiri yang difilmkan dengan judul "Arie Hangara".
D. Penderitaan dan
Sebab-Sebabnya
Penderitaan
dapat muncul dari berbagai sebab. Penyebab tersebut kadang datang tak terduga.
Apa bila kita kelompokkan secara sederhana berdasarkan sebab-sebab timbulnya
penderitaan, maka penderitaan manusia dapat diperinci sebagai berikut:
1. Penderitaan yang timbul karena perbuatan buruk manusia
Penderitaan
yang menimpa manusia karena perbuatan buruk manusia dapat terjadi dalam
hubungan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
Penderitaan ini kadang disebut nasib buruk. Nasib buruk ini dapat diperbaiki
manusia supaya menjadi baik kembali. Dengan kata lain, manusialah yang dapat
memperbaiki nasibnya. Perbedaan nasib buruk dan takdir, kalau takdir, Tuhan
yang menentukan sedangkan nasib buruk itu manusia penyebabnya.
2. Penderitaan yang timbul
karena penyakit, siksaan atau azab Tuhan
Penderitaan
manusia dapat juga terjadi akibat penyakit atau siksaan/azab Tuhan. Namun
kesabaran, tawakal, dan optimisme dapat menjadi usaha manusia untuk mengatasi
penderitaan itu. Banyak contoh kasus penderitaan semacam ini dialami manusia.
Beberapa kasus penderitaan dapat diungkapkan beriktu ini :
(1) Seorang anak lelaki buta
sejak dilahirkan, diasuh dengan tabah oleh orang tuanya. Ia disekolahkan,
kecerdasannya luar biasa. Walaupun begitu ia dapat melihat dengan mata hatinya
terang benderang. Kanena kecerdasannya, ia memperoleh pendidikan sampai di
Universitas, dan akhimya memperoleh gelar Doktor di Universitas DSarbone
Perancis. Dia adalah Prof.Dr.Thaha Husen, Guru besar Universitas di Kairo,
Mesir.
(2) Tenggelamnya Fir'aun di laut
Merah seperti disebutkan dalam Al-Qur'an adalah azab yang dijatuhkan Tuhan
kepada orang yang angkuh dan sombong. Fir'aun adalah raja Mesir yang mengaku
dirinya Tuhan. Ketika Fir'aun bersama bala tentaranya mengejar nabi Musa As. dan
pengikut-pengikutnya menyeberang laut Merah, laut itu terbelah dan Nabi Musa
serta para pengikutnya berlalu. Ketika Fir'aun dan tentaranya berada tepat di
tengah belahan laut merah itu, seketika itu juga laut merah tertutup lagi dan
mereka semua tenggelam.
E. Pengaruh Penderitaan
Orang yang
mengalami penderitaan mungkin akan memperoleh pengaruh bermacam-macam dan sikap
dalam dirinya. Sikap yang timbul dapat berupa sikap positif ataupun sikap
negatif. Sikap negatif misalnya penyesalan karena tidak bahagia, sikap kecewa,
putus asa, ingin bunuh diri. Sikap ini diungkapkan dalam peribahasa "sesal
dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna", "nasi sudah menjadi
bubur". Kelanjutan dari sikap negatif ini dapat timbul sikap anti,
misalnya anti kawin atau tidak mau kawin, tidak punya gairah hidup.
Sikap positif
yaitu sikap optimis mengatasi penderitaan hidup, bahwa hidup bukan rangkaian
penderitaan, melainkan perjuangan membebaskan diri dan penderitaan, dan
penderitaan itu adalah hanya bagian dan kehidupan. Sikap positif biasanya
kreatif, tidak mudah menyerah, bahkan mungkin timbul sikap keras atau sikap
anti, misalnya anti kawin paksa, ia berjuang menentang kawin paksa; anti ibu
tiri, ia berjuang melawan sikap ibu tiri; anti kekerasan, ia berjuang menentang
kekerasan, dan lain-lain.
1. Penderitaan dan Kenikmatan
Tujuan
manusia yang paling populer adalah kenikmatan, sedangkan penderitaan adalah
sesuatu yang selalu dihindari oleh manusia. Oleh karena itu, penderitaan harus
dibedakan dengan kenikmatan, dan penderitaan itu sendiri sifatnya ada yang lama
dan ada yang sementara. Hal ini berhubungan dengan penyebabnya. Macam-macam
penderitaan menurut penyebabnya, antara lain: penderitaan karena alasan fisik,
seperti bencana alam, penyakit dan kematian; penderitaan karena alasan moral,
seperti kekecewaan dalam hidup, matinya seorang sahabat, kebencian orang lain,
dan seterusnya. Semua ini menyangkut kehidupan duniawi dan tidak mungkin
disingkirkan dari dunia dan dari kehidupan manusia.
Penderitaan
dan kenikmatan muncul karena alasan “saya suka itu” atau “sesuatu itu
menyakitkan”. Kenikmatan dirasakan apabila yang dirasakan sudah didapat, dan
penderitaan dirasakan apabila sesuatu yang menyakitkan menimpa dirinya. Aliran
yang ingin secara mutlak menghindari penderitaan adalah hedonisme, yaitu suatu
pandangan bahwa kenikmatan itu merupakan tujuan satu-satunya dari kegiatan
manusia, dan kunci menuju hidup baik. Penafsiran hedonisme ada dua macam,
yaitu:
a. Hedonisme psikologis yang berpandangan bahwa
semua tindakan diarahkan untuk mencapai kenikmatan dan menghindari penderitaan.
b. Hedonisme etis yang berpandangan bahwa semua
tindakan ‘harus’ ditujukan kepada kenikmatan dan menghindari penderitaan.
Kritik
terhadap hedonisme ialah bahwa tidak semua tindakan manusia hedonistis, bahkan
banyak orang yang tampaknya merasa bersalah atas kenikmatan-kenikmatan mereka.
Dan hal ini menyebabkan mereka mengalami penderitaan. Pandangan Hedonis
psikologis ialah bahwa semua manusia dimotivasi oleh pengejaran kenikmatan dan
penghindaran penderitaan. Mengejar kenikmatan sebenarnya tidak jelas, sebab ada
kalanya orang menderita dalam rangka latihan-latihan atau menyertai apa yang
ingin dicapai atau dikejarnya.
Kritik
Aristoteles ialah bahwa puncak etika bukan pada kenikmatan, melainkan pada
kebahagiaan. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa kenikmatan bukan tujuan akhir,
melainkan hanya “pelengkap” tindakan. Berbeda dengan John Stuart Mill yang
membela Hedonisme melalui jalan terhormat, utilitarisme yaitu membela
kenikmatan sebagai kebaikan tertinggi. Suatu tindakan itu baik sejauh ia lebih
“berguna” dalam pengertian ini, yaitu sejauh tindakan memaksimalkan kenikmatan
dan meninimalkan penderitaan.
2. Penderitaan dan Kasihan
Kembali
kepada masalah penderitaan, muncul Nietzsche yang memberontak terhadap
pernyataan yang berbunyi: “Dalam menghadapi penderitaan itu, manusia merasa
kasihan”. Menurut Nietzche, pernyataan ini tidak benar, penderiutaan itu adalah
suatu kekurangan vitalitas. Selanjutnya ia berkata, “sesuatu yang vital dan
kuat tidak menderita, oleh karenanya ia dapat hidup terus dan ikut
mengembangkan kehidupan semesta alam. Orang kasihan adalah yang hilang
vitaliatasnya, rapuh, busuk dan runtuh. Kasihan itu merugikan perkembangan
hidup”. Sehingga dikatakannya bahwa kasihan adalah pengultusan penderitaan.
Pernyataan Nietzsche ini ada kaitannya dengan latar belakang kehidupannya yang
penuh penderitaan. Ia mencoba memberontak terhadap penderitaan sebagai realitas
dunia, ia tidak menerima kenyataan. Seolah-olah ia berkata, penderitaan jangan
masuk ke dalam hidup dunia. Oleh karena itu, kasihan yang tertuju kepada
manusia harus ditolak, katanya.
Pandangan
Nietzsche tidak dapat disetujui karena: pertama, di mana letak humanisnya dan
aliran eksistensialisme. Kedua, bahwa penderitaan itu ada dalam hidup manusia
dan dapat diatasi dengan sikap kasihan. Ketiga, tidak mungkin orang yang
membantu penderita, menyingkir dan senang bila melihat orang yang menderita.
Bila demikian, maka itu yang disebut sikap sadisme. Sikap yang wajar adalah
menaruh kasihan terhadap sesama manusia dengan menolak penderitaan, yakni
dengan berusaha sekuat tenaga untuk meringankan penderitaan, dan bila mungkin
menghilangkannya.
3. Penderitaan dan Noda Dosa pada Hati Manusia
Penderitaan
juga dapat timbul akibat noda dosa pada hati manusia (Al-Ghazali, abad ke 11).
Menurut Al-Ghazali dalam kitabnya Ihyaa’ Ulumudin, orang yang suka iri hati,
hasad, dengki akan menderita hukuman lahir-batin, akan merasa tidak puas dan
tidak kenal berterima kasih. Padahal dunia tidak berkekurangan untuk
orang-orang di segala zaman. Allah SWT telah memberi ilmu dan kekayaan atau
kekuasaan-Nya, karena itu penderitaan-penderitaan lahir ataupun batin akan
selalu menimpa orang-orang yang mempunyai sifat iri hati, hasad, dengki selama
hidupnya sampai akhir kelak.
Untuk
mengobati hati yang menderita ini, sebelumnya perlu diketahui tanda-tanda hati
yang sedang gelisah (hati yang sakit). Perlu diketahui bahwa setiap anggota
badan diciptakan untuk melakukan suatu pekerjaan. Apabila hati sakit maka ia
tidak dapat melakukan pekerjaan dengan sempurna, ia kacau dan gelisah. Ciri
hati yang tidak dapat melakukan pekerjaan ialah apabila ia tidak dapat berilmu,
berhikmah, bermakrifat, mencintai Allah dengan menyembah-Nya, merasa erat dan
nikmat mengingat-Nya.
Sehubungan dengan pernyataan
ciri-ciri yang menderita. Allah berfirman:
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia selain hanya untuk menyembah
kepada-Ku”. (QS. 51: 56)
“Barangsiapa merasa mengerti sesuatu, tetapi tidak mengenal Allah,
sesungguhnya orang tersebut tidak mengerti apa-apa. Barangsiapa mempunyai
sesuatu yang dicintainya lebih daripada mencintai Allah, maka sesungguhnya
hatinya sakit. “katakanlah, hai Muhammad, apabila orang tuamu, anakmu,
saudaramu, istrimu, handai tolanmu, harta bendamu yang engkau tumpuk dalam
simpanan serta barang dagangan yang yang engkau khawatirkan ruginya dan rumah
tempat tinggal yang kamu senangi itu lebih kamu cinta daripada Allah dan
Rasul-Nya serta berjuang di jalan Allah, maka tunggulah sampai perintah Allah
datang”. (QS. 9: 24).
Hal lain yang
menimbulkan derita terhadap seseorang ialah merasakan suatu keinginan atau
dorongan yang tidak dapat diterima atau menimbulkan keresahan, gelisah, atau
derita. Maka ia pun berusaha menjauhkan diri dari lingkup kesadaran atau
perasaannya. Akhirnya, keinginan atau dorongan itu tertahan dalam alam bawah
sadar. Namun, sering orang itu mengekspresikan keinginan atau dorongan itu
secara tidak sadar atau dengan ucapan yang keliru. Atau, apakah orang-orang
yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan
kedengkian mereka?
“Dan kalau Kami mengkhendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu,
sehingga kamu dapat benar-benar mengenal mereka dengan tanda-tandanya, tetapi
kamu mengenal mereka dari bicara mereka, dan Allah mengetahui
perbuatan-perbuatan kamu”. (QS. 47: 29-30).
Demikianlah
Al-Quran telah mengisyaratkan tentang adanya ciri-ciri orang yang tidak sadar
(menderita) lewat kata-kata yang keliru, sejak 14 abat yang lalu sebelum
dikemukakan oleh Freud, penemu teori psikoanalisis. Bahkan sebuah hadist
mengatakan:
“Tak seorang pun yang menyembunyikan suatu rahasia kecuali jika Allah
akan memberinya penutup. Apabila penutup itu baik, maka rahasia itu baik, dan
apabila penutup itu buruk maka buruk pula rahasia itu”. (Tafsir Ibn Katsir,
Vol. 4 hal. 180).
Obat supaya hati sehat di
firmankan Allah sebagai berikut:
“Kecuali orang yang datang ke hadirat Allah SWT dengan hati yang suci”.
(QS. 26: 89 ).
Jadi, mengenal atau makrifat
kepada Allah yang membawa semangat taat kepada Allah SWT dengan cara menentang
hawa nafsu, merupakan obat untuk menyembuhkan penyakit dalam hati (menderita
gelisah) (Al-Ghazali, abad ke-11).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam materi ini kita dapat mengetahui tentang
apa itu penderitaan, kehidupan manusia tidak akan datar pasti bergelombang,
maksudnya pasti ada yang menyenangkan dan menyusahkan. Pederitaan juga memiliki
hubungan yang sangat erat dengan manusia, rasa sakit, siksaan menuntut manusia
auntuk bangkit menjadi lebih baik namun ada yang tidak kuat sehingga terjadi
kekalutan mental. Apa bila manusia tidak mampu melewati sesuai denan kaidah
agama, manusia akan mendapat penderitaan di akhirat berupa pemyiksaan di dalam
neraka.
Dalam menghadapi penderitaan setiap orang
pasti melakukan hal yang berbeda, ada yang menyikapinya dengan tindakan positif
dan ada juga dengan tindakan negatif, misalkan yang positif ia akan lebih
berusaha agar tidak mendapatkan penderitaan yang ia sudah alami bahkan bisa
menjadikannya sebagai sebuah peluang dalam melakukang sebuah inovasi baru. Sedangkan
yang negatif ia akan trauma dan membuat kondisi dirinya menjadi tidak labil
karena terlalu berlebihan menyikapi penderitaannya dan bahkan sampai ingin
bunuh diri. Untuk itu kesehatan rohani setiap orang harus dijaga agar terhindar
dari kekalutan mental yang bisa merusak psikis kita.
B. Saran
Diharapkan
kalangan mahasiswa dan pembaca dapat melakukan penelitian lebih lanjut pada
setiap sub bab. Mengingat luasnya pembahasan dalam makalah ini. Sehingga dapat
memahami lebih dalam.
DAFTAR PUSTAKA
http://exalute.wordpress.com/2009/03/29/manusia-dan-penderitaan/
http://arbip.blogspot.com/2010/04/manusia-dan-penderitaan
htmlhttp://arbip.blogspot.com/2010/04/manusia-dan-penderitaan.html
http://www.ujank.web.id/Coretan-Tugas/manusia-dan-penderitaan.html
http://ochaayu.blogspot.com/2010/04/pengertian-penderitaan.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/03/tugas-ibd-manusia-dan-penderitaan-minggu3/
buta.